Minggu, 16 April 2023

Program Jaksa Masuk Sekolah Sebagai Alat Komunikasi Sosial Kejaksaan




Manifesto Pasal 30 ayat (3) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia menuntut Kejaksaan Republik Indonesia (selanjutnya disebut Kejaksaan) untuk menyelenggarakan kegiatan peningkatan kesadaran hukum masyarakat sebagai perwujudan tugas di bidang ketertiban dan ketentraman umum. Dalam pelaksanaan kewenangan atribusi tersebut, Kejaksaan mencanangkan Program Jaksa Masuk Sekolah (selanjutnya disebut JMS) sebagaimana Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor :  184/A/JA/11/2015 tanggal 18 Nopember 2015 Tentang Pembentukan Tim Jaksa Masuk Sekolah (selanjutnya disebut JMS) Kejaksaan Republik Indonesia. Program JMS Kejaksaan merupakan bentuk responsif terhadap Program Nawacita Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, khususnya cita kedelapan yakni “Melaksanakan Revolusi Karakter Bangsa”. Program JMS ini memang dikhususkan untuk menyasar remaja dan anak muda sebagai target lantaran sangat rentan terhadap perilaku menyimpang dan melanggar hukum (onrechtmatig).

Kejaksaan sebagai lembaga pemerintah (executive organ) yang menjalankan kekuasaan negara di bidang penegakan hukum mempunyai tanggung jawab moriil memajukan generasi muda para pelajar untuk senantiasa mengerti dan memahami tentang hukum dan permasalahannya. Kejaksaan memandang bahwa pelajar merupakan gerbong utama dari suatu generasi muda yang mempunyai posisi dan peran strategis dalam pembangunan yang akan menentukan arah dan tujuan suatu negara di masa yang akan datang. Artinya masa depan suatu bangsa dan negara akan ditentukan dari kesiapan dan kemampuan serta kualitas dari para pelajarnya atau remaja sekolah.

Penyelenggaraan kegiatan pembinaan masyarakat taat hukum (selanjutnya disebut binmatkum) terutama pada program JMS ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran hukum generasi muda sehingga mereka memiliki pemahaman, kesadaran dan melaksanakan hak, kewajiban dan tanggung jawab sebagai generasi penerus cita-cita pembangunan bangsa. Pemahaman mengenai kesadaran hukum pada generasi muda, diharapkan dapat mengurangi angka kriminalitas terutama terhadap perkara anak. Sesuai dengan slogan JMS, yakni “Kenali Hukum Jauhkan Hukuman” yang berarti dengan memahami hukum dapat menghindarkan diri dari melakukan perbuatan melanggar hukum yang berakibat pada penjatuhan sanksi (hukuman).

Realitas hukum menyajikan tingkat kejahatan yang dilakukan oleh pelaku khususnya pelaku anak semakin meningkat dari tahun ke tahun. Meresponsif realitas hukum tersebut maka diperlukan tindakan preventif untuk menanggulanginya. Program JMS merupakan salah satu legal solution dalam menghadapi realitas hukum tersebut. Program JMS merupakan alat komunikasi sosial (a tool of social comunication) Kejaksaan Republik Indonesia yang berperan menyalurkan pengetahuan hukum yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat khususnya generasi muda. Sebagai upaya preventif terjadinya pelanggaran hukum atau perbuatan melawan hukum khususnya di kalangan pelajar atau generasi muda. Berdasarkan hal tersebut maka tulisan ini terfokus mengkaji peran program JMS sebagai alat komunikasi sosial dalam dalam mengurangi kejahatan dimasyarakat.

Kesadaran hukum (legal awarness) merupakan kesadaran atau nilai-nilai yang terdapat dalam diri manusia tentang hukum yang ada atau tentang hukum yang diharapkan ada. Kesadaran hukum menekankan tentang nilai-nilai masyarakat tentang fungsi apa yang hendaknya dijalankan oleh hukum di dalam masyarakat.[1] Kesadaran hukum masyarakat adalah nilai yang hidup dalam masyarakat dalam bentuk pemahaman dan ketaatan atau kepatuhan masyarakat terhadap norma hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pembinaan kesadaran hukum masyarakat melalui penyuluhan hukum diarahkan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat akan hukum serta hak-hak dan kewajiban yang diaturnya dan menjadikan masyarakat hukum taat serta patuh kepada hukum berdasarkan kesadaran hukum yang tinggi, menempuh berbagai cara dan mekanisme dalam mengkomunikasikan pesan penyuluhan hukum disesuaikan dengan kebutuhan dan stratifikasi masyarakat Indonesia yang sangat majemuk sifatnya. Beranjak dari konsepsi di atas, maka proses terbentuknya kesadaran hukum menurut Soerjono Soekanto ada 4 (empat) indikator, yakni: 
  1. Pengetahuan hukum yakni seseorang mengetahui bahwa perilaku-perilaku tertentu itu telah diatur oleh hukum. Peraturan hukum yang dimaksud disini adalah hukum tertulis maupun hukum yang tidak tertulis. Perilaku tersebut menyangkut perilaku yang dilarang oleh hukum maupun perilaku yang diperbolehkan oleh hukum;
  2. Pemahaman hukum yakni seseorang warga masyarakat mempunyai pengetahuan dan pemahaman mengenai aturan-aturan tertentu;
  3. Sikap hukum yakni seseorang mempunyai kecenderungan untuk mengadakan penilaian tertentu terhadap hukum;
  4. Pola perilaku hukum yakni di mana seseorang atau dalam suatu masyarakat warganya mematuhi peraturan yang berlaku.[2]
Dari keempat tahapan di atas, terbentuknya pola perilaku hukum merupakan derajat kesadaran hukum yang paling tinggi. Pola perilaku hukum merupakan hal utama dalam kesadaran hukum, karena melalui pola perilaku utama inilah dapat dilihat apakah suatu peraturan hukum itu berlaku secara efektif atau tidak di dalam masyarakat. Tingginya derajat kesadaran hukum mengakibatkan warga masyarakat mentaati ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Sebaliknya rendahnya derajat kesadaran hukum mengakibatkan kepatuhan terhadap hukum juga akan rendah.

Dalam kaitannya dengan berlakunya suatu peraturan perundang-undangan, maka kesadaran hukum pada dasarnya merupakan variabel penghubung antara keharusan yang terdapat di dalam isi peraturan dengan perilaku warga masyarakat yang diatur oleh hukum tersebut. Oleh karena itu berhasil tidaknya undang-undang mengatur perilaku warga masyarakat akan tergantung kepada tingkat kesadaran hukum dari warga masyarakat tersebut.

Sebagai upaya menciptakan pola perilaku hukum tersebut maka salah satu perspektif penanggulangan pidana yang dapat digunakan adalah upaya preventif atau pencegahan. Upaya pencegahan berada pada sebelum tindak pidana tersebut terjadi. Strategi preventif harus dibuat dan dilaksanakan dengan diarahkan pada hal-hal yang menjadi penyebabnya termasuk pada pelaku tindak pidana tersebut. Untuk mencegah, dan menghindari terjadinya perbuatan melanggar hukum sehingga perlunya meningkatkan kesadaran hukum pada anak. Dengan demikian, melalui langkah preventif atau pencegahan pelanggaran hukum di kalangan anak (pelajar) berupa kegiatan Binmatkum, yakni Program JMS, dapat meminimalkan angka kriminalitas pada anak.

Program JMS merupakan instrument hukum yang menghubungkan antara peraturan perundang-undangan dengan masyarakat. Program JMS berfungsi mengkomunikasikan maksud dari peraturan perundang-undangan kepada subjek hukum yakni manusia, masyarakat, khusunya remaja sekolah sehingga layak disebut sebagai as a tool of social communication yang senada denga fungsi hukum sebagai alat komunikasi sosial. Program JMS sebagai alat komunikasi sosial membawa visi melaksanakan revolusi karakter bangsa dalam memanifestasikan nawa cita Presiden Joko Widodo yakni cita kedelapan “Melaksanakan Revolusi Karakter Bangsa”. Membawa misi meningkatkan kesadaran hukum masyarakat khususnya remaja sekolah agar patuh terhadap aturan hukum dan mencegah masyarakat untuk melakukan perbuatan melawan hukum. Program JMS as a tool of social comunication merupakan upaya pencegahan terhadap kemungkinan kejahatan yang dilaksanakan sebelum terjadi kejahatan. Program JMS as a tool of social comunication bertujuan menciptakan suatu kondisi tertentu agar tidak terjadi kejahatan atau pencegahan kejahatan merupakan suatu usaha yang meliputi segala tindakan yang mempunyai tujuan yang khusus untuk memperkecil ruang lingkup kejahatan melalui usaha-usaha pemberian pengaruh kepada orang-orang yang potensial dapat menjadi pelanggar serta kepada masyarakat umum.

Program JMS berusaha mengkomunikasikan aturan-aturan hukum kepada masyarakat khususnya remaja sekolah agar terbentuk pengetahuan hukum sehingga memberikan pemahaman kepada masyarakat khususnya remaja sekolah perihal perbuatan mana yang harus dilakukan, perbuatan mana yang dilarang oleh aturan hukum, serta konsekuensi dari pelanggaran terhadap aturan hukum tersebut. Terbentuknya pengetahuan dan pemahaman melalui Program JMS sebagai alat komunikasi sosial tersebut diharapkan membentuk sikap hukum untuk cenderung berbuat sesuai dengan aturan hukum oleh masyarakat khususnya remaja sekolah. Sinergitas pengetahuan hukum, pemahaman hukum, kemudian sikap hukum tersebut melalui Program JMS sebagai alat komunikasi sosial tersebut niscaya membentuk pola perilaku hukum sebagai manifestasi terciptanya kesadaran hukum masyarakat khusunya remaja sekolah.

Mengingat Program JMS baru dilaksanakan pada tahun 2016, maka peran yang dilakoni oleh Program JMS sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia Kejaksaan yang akan memainkan lakon Program JMS. Kualitas intelektual seorang Jaksa sangat menentukan apakah komunikasi hukum antara aturan hukum dengan masyarakat dapat berjalan efektif. Karena Jaksa lah sebagai pemeran utama yang akan memainkan Program JMS sebagai alat komunikasi sosial guna memberikan pengetahuan dan pemahaman aturan hukum terhadap masyarakat khususnya remaja.

Program JMS merupakan upaya meningkatkan peranan Kejaksaan dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum melalui kegiatan peningkatan kesadaran hukum masyarakat. Program JMS merupakan salah satu bentuk penyuluhan hukum dan penerangan hukum kepada masyarakat. Penyuluhan hukum dan penerangan hukum bertujuan untuk mencapai kesadaran hukum yang tinggi dalam masyarakat, sehingga setiap anggota masyarakat menyadari hak dan kewajibannya sebagai warga negara dalam rangka tegaknya hukum dan tercapainya ketertiban dan ketentraman hukum. Dalam rangka untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat, maka Kejaksaan melaksanakan kegiatan penerangan hukum dan penyuluhan hukum melalui program pembinaan masyarakat taat hukum (Binmatkum). Pelaksanaan program Binmatkum di samping sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat, juga untuk memberikan informasi hukum secara cepat kepada masyarakat, sebagai sarana pencitraan Kejaksaan dan sebagai sarana preventif dalam penegakan hukum yang dilakukan oleh Kejaksaan.

Program JMS merupakan perwujudan hukum sebagai alat komunikasi sosial (law as a tool of social communication). Peran yang dimainkan oleh Program JMS sebagai perwujudan alat komunikasi sosial adalah peningkatan kesadaran hukum masyarakat khusunya remaja sekolah. Program JMS terfokus pada peningkatan kesadaran hukum masyarakat khususnya remaja sekolah dengan cara memberikan pengetahuan hukum dan pemahaman hukum sehingga tercipta sikap hukum berikut pola perilaku hukum sebagai perwujudana meningkatnya kesadaran hukum masyarakat yang mencegah masyarakat khusunya remaja sekolah agar tidak melakukan perbuatan melawan hukum. Program JMS sangat ditentukan oleh kualitas intelektual seorang Jaksa dalam memainkan lakon Program JMS yang akan menghubungkan aturan hukum dengan masyrakat khususnya remaja.

Oleh karena peran yang dilakoni oleh Program JMS sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia Kejaksaan yang akan memainkan lakon Program JMS, maka diharapkan agar para Jaksa meningkatkan kemampuan teoritik, praktik, serta komunikasi sosial.


[1]    R. Otje Salman, 1989, Beberapa Aspek Sosiologi Hukum, Alumni, Bandung, hlm. 51.
[2]    Soerjono Soekanto, 2005, Pendekatan Sosiologi Terhadap Hukum, Bina Aksara, Jakarta, hlm. 56.

Citation (cara mengutip):
Muh. Ibnu Fajar Rahim, "Program Jaksa Masuk Sekolah Sebagai Alat Komunikasi Sosial Kejaksaan", dalam halaman web, diakses pada tanggal/bulan/tahun.

0 comments:

Posting Komentar