Manifesto Pasal 30 ayat (3) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia menuntut Kejaksaan
Republik Indonesia (selanjutnya disebut Kejaksaan) untuk menyelenggarakan
kegiatan peningkatan kesadaran hukum masyarakat sebagai perwujudan tugas di bidang
ketertiban dan ketentraman umum. Dalam pelaksanaan kewenangan atribusi
tersebut, Kejaksaan mencanangkan Program Jaksa
Masuk Sekolah (selanjutnya
disebut JMS) sebagaimana Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor
: 184/A/JA/11/2015 tanggal 18 Nopember 2015 Tentang Pembentukan Tim Jaksa
Masuk Sekolah (selanjutnya disebut JMS) Kejaksaan Republik Indonesia. Program JMS Kejaksaan merupakan bentuk responsif terhadap Program Nawacita Presiden Republik Indonesia Joko Widodo, khususnya cita kedelapan yakni “Melaksanakan Revolusi Karakter Bangsa”. Program JMS ini memang
dikhususkan untuk menyasar remaja dan anak muda sebagai target lantaran sangat
rentan terhadap perilaku menyimpang dan melanggar hukum (onrechtmatig).
Kejaksaan sebagai lembaga pemerintah (executive organ) yang menjalankan
kekuasaan negara di bidang penegakan hukum mempunyai tanggung jawab moriil
memajukan generasi muda para pelajar
untuk senantiasa mengerti dan memahami tentang hukum dan permasalahannya.
Kejaksaan memandang bahwa pelajar merupakan gerbong utama dari suatu generasi
muda yang mempunyai posisi dan peran strategis dalam pembangunan yang akan
menentukan arah dan tujuan suatu negara di masa yang akan datang. Artinya masa
depan suatu bangsa dan negara akan ditentukan dari kesiapan dan kemampuan serta
kualitas dari para pelajarnya atau remaja sekolah.
Penyelenggaraan kegiatan pembinaan masyarakat taat hukum (selanjutnya disebut
binmatkum) terutama pada program JMS ini bertujuan
untuk meningkatkan kesadaran hukum generasi muda sehingga mereka memiliki
pemahaman, kesadaran dan melaksanakan hak, kewajiban dan tanggung jawab sebagai
generasi penerus cita-cita pembangunan bangsa. Pemahaman
mengenai kesadaran hukum pada generasi muda, diharapkan dapat mengurangi angka
kriminalitas terutama terhadap perkara anak. Sesuai dengan slogan JMS, yakni
“Kenali Hukum Jauhkan Hukuman” yang berarti dengan memahami hukum dapat
menghindarkan diri dari melakukan perbuatan melanggar hukum yang berakibat pada
penjatuhan sanksi (hukuman).
Realitas hukum
menyajikan tingkat kejahatan yang dilakukan oleh pelaku khususnya pelaku anak semakin
meningkat dari tahun ke tahun. Meresponsif realitas hukum tersebut maka diperlukan tindakan preventif untuk menanggulanginya. Program JMS merupakan salah satu legal solution dalam menghadapi realitas hukum tersebut. Program
JMS merupakan alat komunikasi sosial (a
tool of social comunication) Kejaksaan Republik
Indonesia yang
berperan menyalurkan pengetahuan hukum yang bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran hukum masyarakat khususnya generasi muda. Sebagai upaya preventif terjadinya pelanggaran hukum atau perbuatan melawan
hukum khususnya di kalangan pelajar atau generasi muda. Berdasarkan hal
tersebut maka tulisan ini terfokus mengkaji peran program JMS sebagai alat
komunikasi sosial dalam dalam mengurangi kejahatan
dimasyarakat.
Kesadaran hukum (legal awarness) merupakan kesadaran
atau nilai-nilai yang terdapat dalam diri manusia tentang hukum yang ada atau
tentang hukum yang diharapkan ada. Kesadaran hukum menekankan tentang
nilai-nilai masyarakat tentang fungsi apa yang hendaknya dijalankan oleh hukum
di dalam masyarakat.[1] Kesadaran hukum
masyarakat adalah nilai yang hidup dalam masyarakat dalam bentuk pemahaman dan
ketaatan atau kepatuhan masyarakat terhadap norma hukum dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Pembinaan kesadaran hukum masyarakat melalui
penyuluhan hukum diarahkan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat akan hukum
serta hak-hak dan kewajiban yang diaturnya dan menjadikan masyarakat hukum taat
serta patuh kepada hukum berdasarkan kesadaran hukum yang tinggi, menempuh
berbagai cara dan mekanisme dalam mengkomunikasikan pesan penyuluhan hukum
disesuaikan dengan kebutuhan dan stratifikasi masyarakat Indonesia yang sangat majemuk
sifatnya. Beranjak dari konsepsi di atas, maka proses terbentuknya kesadaran
hukum menurut Soerjono Soekanto ada 4 (empat) indikator, yakni:
- Pengetahuan hukum yakni seseorang mengetahui bahwa perilaku-perilaku tertentu itu telah diatur oleh hukum. Peraturan hukum yang dimaksud disini adalah hukum tertulis maupun hukum yang tidak tertulis. Perilaku tersebut menyangkut perilaku yang dilarang oleh hukum maupun perilaku yang diperbolehkan oleh hukum;
- Pemahaman hukum yakni seseorang warga masyarakat mempunyai pengetahuan dan pemahaman mengenai aturan-aturan tertentu;
- Sikap hukum yakni seseorang mempunyai kecenderungan untuk mengadakan penilaian tertentu terhadap hukum;
- Pola perilaku hukum yakni di mana seseorang atau dalam suatu masyarakat warganya mematuhi peraturan yang berlaku.[2]
Dari keempat tahapan di atas, terbentuknya pola perilaku hukum merupakan
derajat kesadaran hukum yang paling tinggi. Pola
perilaku hukum merupakan hal utama dalam kesadaran hukum, karena melalui pola
perilaku utama inilah dapat dilihat apakah suatu peraturan hukum itu berlaku
secara efektif atau tidak di dalam masyarakat. Tingginya derajat kesadaran
hukum mengakibatkan warga masyarakat mentaati ketentuan-ketentuan hukum yang
berlaku. Sebaliknya rendahnya derajat kesadaran hukum mengakibatkan kepatuhan
terhadap hukum juga akan rendah.
Dalam kaitannya dengan berlakunya suatu peraturan perundang-undangan, maka
kesadaran hukum pada dasarnya merupakan variabel penghubung antara keharusan
yang terdapat di dalam isi peraturan dengan perilaku warga masyarakat yang diatur
oleh hukum tersebut. Oleh karena itu berhasil tidaknya undang-undang mengatur
perilaku warga masyarakat akan tergantung kepada tingkat kesadaran hukum dari
warga masyarakat tersebut.
Sebagai upaya menciptakan
pola perilaku hukum tersebut maka salah satu perspektif penanggulangan pidana
yang dapat digunakan adalah upaya preventif atau pencegahan. Upaya pencegahan
berada pada sebelum tindak pidana tersebut terjadi. Strategi preventif harus dibuat dan dilaksanakan dengan
diarahkan pada hal-hal yang menjadi penyebabnya termasuk pada pelaku tindak
pidana tersebut. Untuk mencegah,
dan menghindari terjadinya perbuatan melanggar hukum sehingga perlunya
meningkatkan kesadaran hukum pada anak. Dengan demikian, melalui langkah
preventif atau pencegahan pelanggaran hukum di kalangan anak (pelajar) berupa
kegiatan Binmatkum, yakni Program JMS, dapat meminimalkan angka kriminalitas
pada anak.
Program JMS merupakan instrument hukum yang menghubungkan
antara peraturan perundang-undangan dengan masyarakat. Program JMS berfungsi
mengkomunikasikan maksud dari peraturan perundang-undangan kepada subjek hukum
yakni manusia, masyarakat, khusunya remaja sekolah sehingga layak disebut
sebagai as a tool of social communication
yang senada denga fungsi hukum sebagai alat komunikasi sosial. Program JMS sebagai
alat komunikasi sosial membawa visi melaksanakan revolusi
karakter bangsa
dalam memanifestasikan nawa cita Presiden Joko Widodo yakni cita kedelapan “Melaksanakan Revolusi Karakter Bangsa”. Membawa misi
meningkatkan kesadaran hukum masyarakat khususnya remaja sekolah agar patuh
terhadap aturan hukum dan mencegah masyarakat untuk melakukan perbuatan melawan
hukum. Program JMS as a tool of
social comunication merupakan upaya pencegahan
terhadap kemungkinan kejahatan yang dilaksanakan sebelum terjadi kejahatan. Program JMS as a tool of social comunication bertujuan menciptakan suatu kondisi tertentu agar tidak terjadi kejahatan atau
pencegahan kejahatan merupakan suatu usaha yang meliputi segala tindakan yang
mempunyai tujuan yang khusus untuk memperkecil ruang lingkup kejahatan melalui
usaha-usaha pemberian pengaruh kepada orang-orang yang potensial dapat menjadi
pelanggar serta kepada masyarakat umum.
Program
JMS berusaha mengkomunikasikan aturan-aturan hukum kepada masyarakat khususnya
remaja sekolah agar terbentuk pengetahuan hukum sehingga memberikan pemahaman kepada
masyarakat khususnya remaja sekolah perihal perbuatan mana yang harus
dilakukan, perbuatan mana yang dilarang oleh aturan hukum, serta konsekuensi
dari pelanggaran terhadap aturan hukum tersebut. Terbentuknya pengetahuan dan
pemahaman melalui Program JMS sebagai alat komunikasi sosial tersebut
diharapkan membentuk sikap hukum untuk cenderung berbuat sesuai dengan aturan
hukum oleh masyarakat khususnya remaja sekolah. Sinergitas pengetahuan hukum,
pemahaman hukum, kemudian sikap hukum tersebut melalui Program JMS sebagai alat
komunikasi sosial tersebut niscaya membentuk pola perilaku hukum sebagai
manifestasi terciptanya kesadaran hukum masyarakat khusunya remaja sekolah.
Mengingat Program JMS baru dilaksanakan pada tahun 2016, maka peran yang dilakoni oleh
Program JMS sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia Kejaksaan yang
akan memainkan lakon Program JMS. Kualitas intelektual seorang Jaksa sangat
menentukan apakah komunikasi hukum antara aturan hukum dengan masyarakat dapat
berjalan efektif. Karena Jaksa lah sebagai pemeran utama yang akan memainkan Program JMS sebagai alat komunikasi sosial guna
memberikan pengetahuan dan pemahaman aturan hukum terhadap masyarakat khususnya
remaja.
Program JMS merupakan upaya meningkatkan
peranan Kejaksaan dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum melalui kegiatan peningkatan
kesadaran hukum masyarakat.
Program JMS merupakan salah satu bentuk penyuluhan hukum dan penerangan hukum kepada
masyarakat. Penyuluhan hukum dan penerangan hukum bertujuan untuk mencapai
kesadaran hukum yang tinggi dalam masyarakat, sehingga setiap anggota
masyarakat menyadari hak dan kewajibannya sebagai warga negara dalam rangka
tegaknya hukum dan tercapainya ketertiban dan ketentraman hukum. Dalam rangka
untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat, maka Kejaksaan melaksanakan
kegiatan penerangan hukum dan penyuluhan hukum melalui program pembinaan
masyarakat taat hukum (Binmatkum). Pelaksanaan program Binmatkum di samping
sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat, juga untuk
memberikan informasi hukum secara cepat kepada masyarakat, sebagai sarana
pencitraan Kejaksaan dan sebagai sarana preventif dalam penegakan hukum yang
dilakukan oleh Kejaksaan.
Program JMS merupakan
perwujudan hukum sebagai alat komunikasi sosial (law as a tool of social communication). Peran yang dimainkan oleh
Program JMS sebagai perwujudan alat komunikasi sosial adalah peningkatan
kesadaran hukum masyarakat khusunya remaja sekolah. Program JMS terfokus pada
peningkatan kesadaran hukum masyarakat khususnya remaja sekolah dengan cara
memberikan pengetahuan hukum dan pemahaman hukum sehingga tercipta sikap hukum
berikut pola perilaku hukum sebagai perwujudana meningkatnya kesadaran hukum
masyarakat yang mencegah masyarakat khusunya remaja sekolah agar tidak
melakukan perbuatan melawan hukum. Program JMS sangat ditentukan oleh kualitas
intelektual seorang Jaksa dalam memainkan lakon Program JMS yang akan
menghubungkan aturan hukum dengan masyrakat khususnya remaja.
Oleh karena peran yang dilakoni
oleh Program JMS sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia Kejaksaan
yang akan memainkan lakon Program JMS, maka diharapkan agar para Jaksa
meningkatkan kemampuan teoritik, praktik, serta komunikasi sosial.
[2]
Soerjono Soekanto, 2005, Pendekatan Sosiologi Terhadap Hukum,
Bina Aksara, Jakarta, hlm. 56.
Citation (cara mengutip):
Muh. Ibnu Fajar Rahim, "Program Jaksa Masuk Sekolah Sebagai Alat Komunikasi Sosial Kejaksaan", dalam halaman web, diakses pada tanggal/bulan/tahun.
0 comments:
Posting Komentar