“Mengajukan suatu perkara secara sumir atau tidak adalah wewenang Jaksa yang dapat mengajukan suatu perkara secara sumir kalau perkara itu mudah dalam pembuktiannya dan juga kalau hukuman yang akan dijatuhkan tidak akan melebihi, hukuman penjara tiga tahun: jadi pengajuan perkara secara sumir tidaklah dihubungkan dengan ancaman hukuman yang diuraikan dalam K.U.H.P.”
Putusan Mahkamah Agung No. 85K/Kr/1961 tgl. 27-9-1961.
Dalam Perkara: Kasah bin Samad.
Pembuktian
“Keberatan yang diajukan penuntut kasasi – bahwa perkara ini seharusnya diajukan secara biasa dan tidak secara sumir tidak dapat dibenarkan karena wewenang untuk menentukan suatu perkara diajukan secara biasa atau sumir berada ditangan judex facti”.
Putusan Mahkamah Agung No. 64K/Kr/1967 tgl. 9-12-1967.
dengan Susunan Majelis: 1) Surjadi S.H., 2) Subekti S.H., 3) M. Abdurrachman S.H.
Dalam Perkara: Noerchalin.
Pembuktian
“Pembukaan kembali pemeriksaan sidang guna mencari kebenaran mengenai surat tuduhan tidak bertentangan dengan undang-undang, dengan ketentuan, bahwa:
a. kepada Jaksa/Penuntut Umum harus diberi kesempatan untuk mengucapkan tuntutan hukuman/tuntutan hukuman baru dan replik disatu pihak dan
b. pembelaan/pembelaan baru dan dupliek oleh Terdakwa/Pembela dilain pihak, bila mana dianggap perlu”.
Putusan Mahkamah Agung No. 109K/Kr/1965 tgl. 28-5-1966.
dengan Susunan Majelis: 1) Dr. Wirjono Prodjodikoro S.H., 2) M. Abdurrachman, S.H., 3) Surjadi S.H.
Dalam Perkara: Ribut bin H. Naman.
Cara Mengadili
“Yang terjadi dalam hal ini adalah: Pengadilan Negeri dan Pengadilan Ekonomi melakukan pemeriksaan secara serentak dan melakukan peradilan pada waktu yang bersamaan dengan kemudian Pengadilan Negeri dan Pengadilan Ekonomi masing-masing menjatuhkan hukuman dalam perkara yang bersangkutan (perkara pidana biasa dan perkara pidana ekonomi yang terdakwanya orangnya sama). Hal tersebut tidak dapat dipandang sebagai pemeriksaan secara gabungan Pengadilan Negeri - Pengadilan Ekonomi yang merupakan pelanggaran undang-undang”.
Putusan Mahkamah Agung No. 98-99K/Kr/1974 tgl. 25-1-1975.
dengan Susunan Majelis : 1. Prof. Oemar Senoadji S.H., 2. Purwosunu S.H. 3. Busthanul Arifin S.H.
Dalam Perkara: Abu Kiswo bin Kusman.
Tentang berlakunya H.I.R.
“1. H.I.R. sebagai pedoman harus ditafsirkan, bahwa tentang hukum acara pidana H.I.R. lah yang berlaku dan hanyalah dapat menyimpang dan itu bilamana didalam suatu daerah ada suatu peraturan lain (khusus);
2. Pasal 251 ayat 1 H.I.R. telah mengatur dengan tegas wewenang Jaksa untuk mengadakan perlawanan atas ketetapan Hakim; perlawanan diluar ketentuan itu harus dinyatakan tidak dapat diterima;
3. Hukum Acara Pidana adalah termasuk Hukum Publik yang memuat ketentuan-ketentuan yang memberikan jaminan terhadap hak-hak azasi dari terdakwa, sehingga segala penafsiran harus dilakukan secara limilatief”.
Putusan Mahkamah Agung No. 48K/Kr/1966 tgl. 22-2-1967.
dengan Susunan Majelis: 1) Surjadi S.H., 2) Prof. R. Subekti S.H., 3) M. Abdurrachman S.H.
Dalam Perkara: Hatimbai alias Narur Ali.
Pengadilan Ekonomi
“Pengadilan Ekonomi harus dianggap bukan Pengadilan tersendiri sebagai halnya Pengadilan Agama, Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Militer, melainkan hanya suatu differrensiasi/specialisasi dalam Pengadilan Umum. Sesuai dengan penjelasan U.U. 14/1970 didalam lingkungan Pengadilan Umum dapat diadakan differrensiasi/specialisasi berupa Pengadilan Lalu Lintas, Pengadilan Anak-anak, Pengadilan Ekonomi dan sebagainya”.
Putusan Mahkamah Agung No. 98-99K/Kr/1974 tgl. 25-1-1975.
dengan Susunan Majelis 1) Prof. Oemar Senoadji S.H., 2) Purwosunu S.H., 3) Busthanul Arifin S.H.
Dalam Perkara: Abu Kiswo bin Kusman.
Forum Previlegiatum
“Negara Republik Indonesia tidak mengenal adanya forum previlegiatum”.
Putusan Mahkamah Agung No. 15K/Kr/1967 tgl. 8-4-1967.
dengan Susunan Majelis: 1) Surjadi S.H., 2) Prof. R. Subekti S.H., 3) M. Abdurrachman S.H.
Dalam Perkara: Teuku Jusuf Muda Dalam.
Pengaruh Putusan Pengadilan Lain
“Suatu Pengadilan Negeri tidak terikat pada putusan Pengadilan Negeri lain.
i.c. Dalam Perkara notaris yang tidak melaporkan pendirian kantornya pada Jawatan Perburuhan, Pengadilan Negeri Madiun memutuskan lain dari pada Pengadilan Negeri Surabaya Dalam Perkara yang semacam yang terjadi kemudian”.
Putusan Mahkamah Agung No. 173 K/Kr/1963 tgl. 24-8-1965.
Dalam Perkara: Anwar Mahajudin.
Kompetensi Pengadilan
Militer
"Karena tertuduh pada
saat ia melakukan perbuatan-perbuatan yang dituduhkan kepadanya masih berstatus
militer, (ia dipensiun pada tgl. 1-1-1966 sedang perbuatannya tersebut
dilakukan pada tgl. 8-11-1965) perkaranya harus diajukan kepada Pengadilan
Militer".
Putusan Mahkamah Agung
Nomor: IPKM/Kr/1973 tgl. 3-10-1973.
dengan Susunan
Majelis: 1) Prof. Subekti S.H., 2) Sri Widojati Wiratmo Soekito S.H., 3)
Indroharto S.H.
Dalam Perkara:
Boenyamin.
Kompetensi
"Seorang Hansip berada
dibawah jurisdiksi Mahkamah Militer dan kepadanya dikenakan Hukum Pidana Tentara,
jika ia nyata-nyata dikerahkan dan ditugaskan dalam bidang pertahanan/keamanan
dan secara langsung berada dibawah komando suatu instansi militer".
Putusan Mahkaniah
Agung Nomor: 111K/Kr/1972 tgl. 30-7-1973.
dengan Susunan
Majelis: 1) Prof. Sardjono S.H., 2) Busthanul Arifin S.H., 3) D.H. Lumbanradja
S.H.
Dalam Perkara: Rowa.
Kompetensi
PERTIMBANGAN
PENGADILAN TINGGI YANG DIBENARKAN MAHKAMAH AGUNG
"Alasan banding yang
diajukan – bahwa terdakwa secara praematuur langsung dihadapkan kemuka
Pengadilan untuk diadili, tidak dapat diterima, karena pada azasnya
mengenai perbuatan-perbuatan terdakwa termaksud pertanggungan jawab pidananya,
yang harus dilakukan dihadapan Pengadilan. dapat jika dikehendaki,
diselenggarakan bersamaan dengan pertanggungan politik keuangannya, yang harus
dilakukan dihadapan Badan Pemeniksa Keuangan, M.P.R.S. atau DPRGR".
Putusan Mahkamah Agung
Nomor: 15K/Kr/l967 tgl. 8-4-1967.
dengan Susunan
Majelis: 1) Surjadi S.H., 2) Prof. R. Subekti S.H., 3) Mr. M. Abdurrachman.
Dalam Perkara: Teuku
Jusuf Muda Dalam.
Kompetensi
"Pengadilan Tinggi
tidak berwenang memutus perkara dalam tingkat banding yang termasuk wewenang
Pengadilan Tinggi Ekonomi".
Putusan Mahkamah Agung
Nomor: 156K/Kr/1969 tgl. 28-4-1971.
dengan Susunan
Majelis: 1) Prof. R. Subekti S.H., 2) Busthanul Arifin S.H., 3) Z. Asikin
Kusumah Atmadja.
Dalam Perkara: R.
Soetarmin.
Kompetensi Relatif
"Menurut pasal 252
H.I.R., disamping Pengadilan Negeri yang didalam wilayahnya dilakukan
kejahatan, hanya berkuasa mengadili Pengadilan Negeri, yang didalam wilayahnya
terdakwa berdiam, bertempat tinggal atau ditangkap, apabila tempat kediaman
sebagian terbesar dari saksi-saksi lebih dekat dengan tempat kedudukan
Pengadilan Negeri ini, dari pada dengan tempat kedudukan Pengadilan Negeri yang
didalam wilayahnya dilakukan kejahatan".
Putusan Mahkamah Agung
Nomor: 50K/Kr/1956 tgl. 22-8-1958.
dengan Susunan
Majelis: 1) Mr. R. Wirjono Projodikoro, 2) Mr. R. Soerjotjokro, 3) Mr. Sutan
Abdul Hakim.
Dalam Perkara: Tengku
Sulaiman Daud.
TERSANGKA
1.
III.2. Kewajiban tersangka.
Dalam
hal para terdakwa ada diluar penjara dan mereka telah diberitahu hal
diadakannya pemeriksaan ulangan, maka merekalah yang, jika mereka membutuhkan
pembelanya, seharusnya mernberitahu kepadanya; hal itu menurut Mahkamah Agung
tidak menjadi kewajiban Pengadilan Negeri.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 16-1-1959 No. 199 K/Kr/1958
Dalam
Perkara : Soesastro alias Rantip.
dengan Susunan
Majelis: 1. Mr. R.S. Kartanegara, 2. Mr. M. Abdurrachman 3. Mr.
R. Wirjono Kusumo.
PENYIDIK
1.
IV.1. Wewenang penyidik.
Soal
pihak Kepolisian didalam pengusutan perkara tidak mengadakan pemeriksaan
ditempat dimana kejahatan dilakukan (plaatseijk onderzoek), merupakan
kebijaksanaan tindakan Polisi, hal mana tidak tunduk pada kasasi.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 27 – 10 – 1956 No. 44 K/Kr/1956.
Dalam
Perkara: Paerun.
1.
IV.3. Surat-surat pemeriksaan Polisi.
Bahwa
surat-surat pemeriksaan polisi tidak ditanda tangani oleh terdakwa tidaklah
menyebabkan batalnya pemeriksaan, lagi pula yang menjadi dasar putusan adalah
pemeriksaan Hakim di sidang Pengadilan Negeri.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 26 – 4 – 1960 No. 226 K/Kr/1959.
Dalam
Perkara: Moehsin Wibisono; Moekminin.
PENUNTUT UMUM
1.
V.1. Wewenang Penuntut Umum.
Keberatan
yang diajukan penuntut kasasi – bahwa saksi D. Telaumbowo harus turut sebagai
tertuduh karena uang-uang tersebut telah pemohon serahkan kepada D. Telaumbowo
sebagai juru bayar;
tidak
dapt diterima karena Pengadilan tinggi tidak salah menerapkan hukum sebagai
dimaksudkan dalam pasal 18 U.U.M.A.1, Iagi pula wewenang untuk menuntut
seseorang adalah pada Penuntut Umum;
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 4 – 8 – 1976 No. 47 K/Kr/1974.
Dalam
Perkara: Faolombowo Mendrofa.
dengan Susunan
Majelis: 1. Prof Oemar Seno Adji S.H.; 2. Purwosunu S.H.; 3. Busthanul
Arifin S.H.
1.
V.1. Wewenang Penuntut Umum.
Tentang
mengajukan seseorang dimuka pengadilan atau tidak adalah melulu tergantung
kepada kebijaksanaan Penuntut Umum.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 14 – 1 – 1958 No. 241 K/Kr/1957.
Dalam
Perkara: Asim Gelar Marah Sampono.
1.
V.1. Wewenang Penuntut Umum.
Walau
dalam suatu perkara terdapat dasar-dasar untuk memajukan gugatan terhadap
terdakwa yang dapat merupakan perkara perdata, akan tetapi ini tidak berarti
bahwa penuntut kasasi tidak dapat dituntut karena ia melakukan suatu
tindak pidana; dengan demikian perbuatan-perbuatan yang dilakukan
dapat merupakan baik perkara pidana maupun perkara perdata
tersendiri.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 8 – 5 – 1957 No. I K/Kr/1957.
Dalam
Perkara: Yasmoen.
1.
V.1. Wewenang Penuntut Umum.
Perundang-undangan
tidak mewajibkan Jaksa Tentara memberikan alasan-alasan tentang sebab
musababnya ia meminta banding dan pula tidak ada suatu peraturan yang
mengharuskan Jaksa Tentara untuk memajukan suatu risalah banding.
Putusan
Mahkamah Agugn tgl. 14 – 12 – 1956 No. 188 K/Kr/1956.
Dalam
Perkara: Soetan Syarifudin.
1.
V.1. Wewenang Penuntut Umum.
Tidak
ada peraturan Undang-undang yang mewajibkan ada kata sepakat dari Jaksa Agung
untuk penuntutan terhadap seorang jaksa pada Pengadilan Negeri.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 7 – 4 – 1956 No. 92 K/Kr/1955.
Dalam
Perkara: Mas Soepii Adiwidjojo.
1.
V.1. Wewenang Penuntut Umum.
Pasal
83 m R.I.B. tidak mengatur perdamaian yang mungkin tercapai antara
terdakwa dan jaksa, sedangkan perdamaian demikian tidak dapat merobah sifat
tindak pidana menjadi perdata.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 15 – 2 – 1958 No. 45 K/Kr/1957.
Dalam
Perkara: Ie Van Tjong.
BANTUAN HUKUM
1.
VI.1. Hak-hak Penasehat Hukum.
Hak
tertuduh untuk melakukan pembelaan dalam persidangan Pengadilan, dianggap
dilimpahkan kepada pembelanya, dengan pelimpahan mana pembelanya berkewajiban
untuk membela kepada yang dibelanya dengan baik.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 3 – 1 – 1973 Nc. 109 K/Kr/1970.
Dalam
Perkara: Yap Thian Hien S.H.
dengan Susunan
Majelis: 1. Prof. R. Subekti S.H.; 2. Sri Widojati Wiratmo Soekito
S.H.; 3. Busthnul Arifin S.H.
1.
VI.3. Bantuan Hukum.
Menurut
pasal 83 h ayat 6 jo pasal 250 ayat 5 R.I.B. terdakwa harus memajukan
permohonan supaya oleh Hakim diperbantukan padanya seorang akhli hukum sebagai
pembelanya dalam tingkat pemeriksaan oleh Jaksa dan pada tingkat Ketua
Pengadilan negeri akan menyusun surat tuduhan.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 5 – 5 – 1958 No. 42 K/Kr/1958.
Dalam
Perkara : Ramli bin Fakih.
Tambahan
Bantuan Hukum:
Putusan
Mahkamah Agung RI Nomor 1565 K/Pid/1991 tanggal 16 September 1993, sebagaimana
yang dikutip oleh mantan Hakim Agung Yahya Harahap dalam bukunya Pembahasan
Permasalahan dan Penerapan KUHAP bagian Penyidikan dan Penuntutan (2004:97).
Pengadilan Kasasi dalam pertimbangannya atas perkara ini menyatakan apabila
syarat-syarat permintaan tidak dipenuhi seperti halnya penyidik tidak menunjuk
penasihat hukum bagi tersangka sejak awal penyidikan, tuntutan JPU dinyatakan
tidak dapat diterima.
KETUA
PENGADILAN NEGERI/HAKIM
1.
IX.1. Wewenang Hakim.
Soal
dapat atau tidak dapat dipercayanya saksi-saksi, berdasarkan pasal 302 R.I.B.
terserah kepada kebijaksanaan Hakim pertama.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 11-11-1958 No. 124 K/Kr/1958.
Dalam
Perkara : Soetomo.
1.
IX.1. Wewenang Hakim.
Pengadilan
Negeri tidak usah mendengar semua saksi apabila Pengadilan Negeri berpendapat,
bahwa dalam pemeriksaan di persidangan telah terdapat cukup alat-alat
pembuktian untuk menghukum terdakwa.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 25-4-1957 No. 47 K/Kr/1956.
Dalam
Perkara : Loe Tjing Sang.
1.
IX.1. Wewenang Hakim.
Tidak
ditanda tanganinya oleh terdakwa berita acara pemeriksaan
pendahuluan yang dibuat oleh Polisi, tidak mengakibatkan batalnya putusan dan
Pengadilan Negeri yang mendasarkan putusannya antara lain kepada proses verbal
tersebut, karena Hakim mempunyai wewenang untuk menghargai atau tidak
berita acara Polisi yang tidak ditanda tangani oleh terdakwa.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 7-4-1956 No. 122 K/Kr/1956.
Dalam
Perkara : Mashudi alias Ismadi.
1.
IX.2. Kewajiban Hakim.
Hakim
bertugas semata-mata untuk melakukan undang-undang yang berlaku dan tidak
dapat menguji nilai atau keadilan suatu peraturan undang-undang (di dalam
Perkara ini undang-undang Darurat No. 8 tahun 1954 dan No 1 tahun 1956).
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 8-12-1959 No. 178 K/Kr/1959.
Dalam
Perkara : Kartodimedjo dkk.
1.
IX.2. Kewajiban Hakim.
Dimajukan
tidaknya suatu perkara kepada Pengadilan adalah kebijaksanaan Kejaksaan dalam
menjalankan penuntutan, akan tetapi kalau suatu perkara telah dimajukan dimuka
Pengadilan (Hakim) maka Pengadilan harus memeriksa dan mengadilinya.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 19-5-1959 No. 47 K/Kr/1959.
Dalam
Perkara : R. Singgih Prawiroyudho.
1.
IX.3. Wewenang judex facti.
Keberatan
yang diajukan dalam memori kasasi : bahwa Pengadilan Tinggi tidak mengindahkan
surat dari Pemerintah Daerah Kabupaten Kudus yang dilampirkan dalam memori apel
:
Tidak
dapat dibenarkan karena diindahkan tidaknya suatu surat oleh judex facti adalah
termasuk kebijaksanaan judex facti.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 19-8-1959 No. 148 K/Kr/1959.
Dalam
Perkara : Lian Hok Pin.
1.
IX.3. Wewenang judex facti.
Persoalan
kepada siapa barang bukti harus dikembalikan adalah termasuk kebijaksanaan
judex facti kecuali kalau ditentukan lain oleh undang-undang.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 6-5-1975 No. 100 K/Kr/1974.
Dalam
Perkara : Rachmad.
dengan Susunan
Majelis 1. Hendrotomo S.H., 2. Palti R. Siregar S.H., 3. Busthanul
Arifin S.H.
1.
IX.3. Wewenang judex facti.
Soal memperhatikan
atau tidak pasal 26 K.U.H.P. itu terserah pada judex facti.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 2-6-1959 No. 58 K/Kr/1959.
Dalam
Perkara : M. Imam Dhamin bin Mohamad Saleh.
1.
IX.3. Wewenang Pengadilan.
Menurut
pasal 27 Ordonnantie tanggal 18 Pebruari 1932 (Staatsblad 1932 No. 80)
Pengadilan Asli berhak menjatuhkan hukuman-hukuman yang termaktub dalam pasal
10a Kitab Undang2 Hukum Pidana).
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 31-8-1957 No. 64 K/Kr/1956.
Dalam
Perkara : Anang bin Jum’at.
PANITERA
1.
X.1. Wewenang Panitera.
Tempo
lima minggu yang ditentukan oleh pasal 10 ayat 1 Undang2 Darurat No.
1/1951 adalah tidak mutlak, yang berarti apabila jangka waktu tersebut
tidak diindahkan, pelanggaran itu tidak menimbulkan akibat hukum,
karena sanctienya tidak ada.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 19-11-1957 No. 3 K/Kr/1957.
Dalam
Perkara : Soedarman.
1.
X.2. Kewajiban Panitera Pengadilan Tinggi.
Pernyataan
dan Panitera Pengadilan Tinggi bahwa terdakwa menerima baik putusan Pengadilan
Tinggi, tidak dapat meniadakan hak terdakwa untuk mengajukan permohonan kasasi,
karena lain dari yang ditentukan dalam pasal 318 H.I.R. mengenai putusan
Pengadilan Negeri, undang-undang tidak mewajibkan Panitera untuk menerangkan
bahwa terdakwa pada waktu putusan banding diberitahukan kepadanya menyatakan
menerima baik atau tidak putusan itu.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 2-5-1960 No. 179 K/Kr/1959.
Dalam
Perkara : Sadam; Jamal; Mistin.
TINDAKAN
PENYIDIK/PENGUSUT
1.
XI.2. Penahanan.
Untuk
orang yang dikenakan “huisarrest” sudah tepat bila disebutkan bahwa ia ada
diluar tahanan.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 7-4-1956 No. 92 K/Kr/1955.
Dalam
Perkara : Mas Soepii Adiwidjojo.
SURAT TUDUHAN
1.
XII.1. Surat tuduhan.
Yang
menjadi dasar pemeriksaan oleh Pengadilan ialah surat tuduhan dan bukan tuduhan
yang dibuat oleh Polisi.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 28-3-1957 No. 47 K/Kr/1956.
Dalam
Perkara : Zoe Tjing Sang.
1.
XII.1. Bentuk surat tuduhan.
Didalam
tuduhan “terutama” sebenarnya terdapat 2 macam tuduhan, yaitu tuduhan pasal 340
dan pasal 338 K.U.H.P. Sebaiknya dua macam tuduhan tersebut diatur dalam bentuk
tuduhan “primair” dan “subsidair”, tetapi tuduhan “terutama” itu tidak dapat
dikatakan salah.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 18-7-1970 No. 8 K/Kr/1969
Dalam
Perkara : Tan Swie Kwang, Tan Tjien Tjien.
dengan Susunan
Majelis : 1. Prof. R. Subekti S.H., 2. Prof. Sardjono S.H., 3. Sri
Widojati Wiratmo Soekito S.H.
1.
XII.1. Bentuk surat tuduhan.
Tingkatan
dalam tuduhan seperti “primair”, “subsidair” dan selanjutnya dalam
menterjemahkan dalam bahasa Indonesia belum terdapat suatu istilah yang resmi
bagi semua Pengadilan, sehingga istilah “pertama” dan “kedua” sebagaimana yang
tercantum dalam surat tuduhan dapat diartikan sebagai “primair” dan
“subsidair”.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 11-11-1958 No. 133 K/Kr/1958.
Dalam
Perkara : Maskor alias Haji Munir.
1.
XII.2. Isi surat tuduhan.
Putusan
Pengadilan Negeri/Pengadilan Tinggi harus dibatalkan karena tuduhan merupakan
”obscure libelle” yang hanya mengemukakan rumusan delik pasal 378 K.U.H.P.
tanpa mengkhususkan tentang perbuatan-perbuatan tertuduh yang dianggap menipu
dalam arti pasal 378 K.U.H.P.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 31-1-1973 No. 104 K/Kr/1971.
Dalam
Perkara : Rinie Juniastutik.
dengan Susunan
Majelis : 1. Prof. Subekti S.H., 2. Busthanul Arifin S.H., 3. D.H.
Lumbanradja S.H.
1.
XII.2. Isi surat tuduhan.
Pertimbangan
Pengadilan Tinggi yang dibenarkan Mahkamah Agung bahwa dalam tuduhan kedua
diatas ternyata tidak disebutkan semua unsur delik pasal 378 K.U.H.P. dan
meskipun disebutkan waktu dan tempat perbuatan dilakukan tetapi tidak dengan
jelas dan tepat dilukiskan hal-ikhwal perbuatan terdakwa;
bahwa
dengan demikian tuduhan kedua tersebut selain tidak memenuhi syarat-syarat
formil, karena tidak jelas dan tepat sangat menyulitkan bagi terdakwa dalam
menggunakan haknya membela diri;
bahwa
oleh karena itu tuduhan tersebut harus dinyatakan batal.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 25-1-1975 No. 41 K/Kr/1973.
Dalam
Perkara Andi Tadang Anwar.
dengan Susunan
Majelis 1. Prof. Oemar Seno Adji SH, 2. Poerwosuan S.H., 3.
Busthanul Arifin S.H.
1.
XII.2. Isi surat tuduhan.
Tindak pidana penggelapan
secara principieel berbeda dengan tindak pidana penipuan,
Ia
harus dengan tegas dirumuskan dalam tuduhan dan tidak cukup menunjuk kepada
tuduhan primair saja.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 10-12-1974 No. 74 K/Kr/1973.
Dalam
Perkara : Sugani Sundjaja (Sum Tung Hoat).
dengan Susunan
Majelis :1. Prof. R. Subekti S.H., 2. Z. Asikin Kusumah Atmadja
S.H., 3. D.H. Lumbanradja S.H.
1.
XII.2. Isi surat tuduhan.
Walaupun
unsur kesengajaan ada disebut dalam tuduhan mengenai pasal 1 Undang-undang
Darurat No. 12/1951, hal ini tidak mengakibatkan batalnya tuduhan tersebut,
tetapi cukuplah untuk menganggap kata “dengan sengaja” yang diuraikan dalam
surat tuduhan sebagai tidak tercantum dari Mahkamah Agung akan mempenbaiki
kwalifikasi kejahatan yang bersangkutan,
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 5-11-1969 No. 10 K/Kr/1969.
Dalam
Perkara : Bujung Djafar.
dengan Susunan
Majelis : 1. Prof. R. Subekti S.H., 2. Sri Widojati Wiratmo
Soekito S.H., 3. Z. Asikin Kusumah Atmadja S.H.
1.
XII.2. Isi surat tuduhan.
Dalam
tuduhan atas “pembunuhan berencana”termasuk pula tuduhan atas “pembunuhan’
karena pembunuhan berencana tidak lain dari pada pembunuhan yang telah
direncanakan lebih dulu dengan ketenangan hati.
Maka
orang yang dituduh melanggar pasal 340 K.U.H.P. tetapi di sidang hanya terbukti
bersalah melanggar pasal 338 K.U.H.P., ia dapat dipersalahkan atas kejahatan
“pembunuhan”.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 3-10-1956. No. 42 K/Kr/1956.
Dalam
Perkara : Ong Pui Lie.
1.
XII.2. Isi surat tuduhan.
Suatu
tuduhan tindak pidana yang dirumuskan berdasarkan unsur-unsur
pemerasan pasal 368 K.U.H.P. bersama-sama unsur-unsur penipuan pasal 378
K.U.H.P. merupakan kesalahan yang esensiel yang menyebabkan tuduhan tersebut
batal.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 10-5-1969 No. 71 K/Kr/1968.
Dalam
Perkara : Kadar Soehardjo bin Karijoredjo.
dengan Susunan
Majelis : 1. Prof. R.Subekti S.H., 2. Z. Asikin Kusumah Atmatdja
S.H., 3. D.H. Lumbanradja S.H.
1.
XlI.3. Perubahan/penambahan surat tuduhan.
Perobahan
surat tuduhan yang dimaksud oleh pasal 282 H.I.R. adalah perobahan yang tidak
mengakibatkan timbulnya perbuatan pidana lain.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 13-2-1971 No. 15 K/Kr/1969.
Dalam
Perkara : Koo Han Kie.
dengan Susunan
Majelis : 1. Prof. R. Subekti S.H., 2, Sri Widojati Wiratmo
Soekito S.H., 3. Indroharto S.H.
1.
XII.3. Perubahan surat tuduban.
Keberatan
yang diajukan pemohon kasasi bahwa surat tuduhan yang semula berbentuk
alternatif telah dirobah menjadi tuduhan berbentuk kumulatif sebelum Jaksa
membacakan requisitoir;
tidak
dapat diterima, karena perobahan tersebut tidak bertentangan dengan pasal 282
H.I.R. dan ternnyata hal itu tidak menyebabkan isi tuduhan menjadi
perbuatan pidana yang lain (strafbaar feit).
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 25-1-1975 No. 41 K/Kr/1973.
Dalam
Perkara : Andi Tadang Anwar.
dengan Susunan
Majelis : 1. Prof. Oemar Seno Adji S.H., 2. Poerwosunu S.H., 3.
Busthanul Arifin S.H.
1.
XII.3. Perubahan surat tuduhan.
Perubahan
atas surat tuduhan yang diadakan oleh Pengadilan Tinggi dalam tingkat banding
yang hanya terdiri dari penambahan perumusan perbuatan terdakwa dengan tidak
menjadikan perbuatannya itu suatu tindak pidana yang lain
daripada yang dituduhkan semula, tidaklah bertentangan dengan pasal 282 H.I.R.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 9-1-1962 No. 138 K/Kr/1960.
Dalam
Perkara : Anang bin Bakar.
1.
XII.6. Penggabungan/pemisahan perkara.
Untuk
kepentingan pemeriksaan perkara Jaksa berwenang untuk mengajukan perkara secara
terpisah-pisah, sedang Hakim hanya berwenang untuk menyatukan perkara-perkara
(voegen) dipersidangan (ten terechtzitting) Dalam Perkara-perkara tolakan.
(i.c. perkara diajukan secara summir).
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 8-1-1975 No. 105 K/Kr/1975.
Dalam
Perkara : Haji Umar Said bin Rodiwongso.
dengan Susunan
Majelis :1. D.H. Lumbanradja S.H., 2. Prof. Oemar Seno Adji S.H.,
3. Hendrotomo S.H.
1.
XII 7. Tuduhan-tuduhan alternatif.
Keberatan
yang diajukan penuntut kasasi bahwa karena penuntut kasasi oleh Pengadilan
Negeri telah dinyatakan bersalah melakukan kejahatan “pencurian” sebagaimana
dituduhkan dalam tuduhan “primair”, ia tidak dapat lagi oleh Pengadilan Tinggi
dipersalahkan atas kejahatan “penadahan” yaitu perbuatan yang dituduhkan dalam
tuduhan “subsidair”;
tidak
dapat dibenarkan : karena Dalam Perkara yang tuduhan-tuduhannya dibuat secara
alternatif, tuduhan “subsidair” baru diperhatikan setelah tuduhan “primair”
dinyatakan sebagai tidak terbukti, seperti halnya yang dilakukan oleh
Pengadilan Tinggi Dalam Perkara ini.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 25-10-1967 No. 60 K/Kr/1967.
Dalam
Perkara : 1. Mas buro Dalimunte, 2. Abd.Sani, 3. Tohir Manurung
dkk
dengan Susunan
Majelis :1. Surjadi S.H., 2. Subekti S.H., 3. M. Abdurrachman S.H.
1.
XII.7. Pemeriksaan terhadap tuduhan-tuduhan primair dan
subsidair
Pengadilan
Negeri dan Pengadilan Tinggi telah salah mengetrapkan hukum acara yang
berlaku karena tidak mempertimbangkan tuduhan-tuduhan subsidair, subsidair
lagi, setelah tuduhan primair dinyatakan tidak terbukti.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 17-3-1976 No. 65 K/Kr/1975.
Dalam
Perkara : 1. Drs.Lukman Muluk, 2. Muluk Alains, 3, Muzakar.
dengan Susunan
Majelis : 1. Hendrotomo S.H., 2. Palti Radja Siregar S.H., 3.
Busthanul Arifin S.H.
PEMBUKTIAN
1.
XIII. Pembuktian.
Karena
Pengadilan Negeri dalam putusannya tidak mencantumkan tentang keyakinan
terbuktinya kejahatan yang dituduhkan dan Pengadilan Tinggi telah menguatkan
putusan Pengadilan Negeri dengan mempergunakan alasan-alasan Pengadilan Negeri
sebagai alasan Pengadilan Tinggi sendiri, sedang unsur keyakinan tersebut
adalah essensieel (negatief wettelijk bewijs) putusan Pengadilan Tinggi dan
Pengadilan Negeri yang bersangkutan harus dibatalkan. (oleh Mahkamah Agung
diputuskan Membebaskan tertuduh tersebut dari semua tuduhan).
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 30-6-1976 No. 130 K/Kr/1974.
Dalam
Perkara : Kurniagawan Lukman alias Loe Kim Kiauw.
dengan Susunan
Majelis : 1 .Kaboel Arifin S.H, 2. Patti Radja Siregar S.H., 3.
Busthanul Anna S.H.
1.
XIII.1.5. Alat-alat bukti yang sah.
Seandainya
benar Rapat Besar Bengkulu-Seluma di Tais memutus perkara terdakwa berdasarkan
keterangan-keterangan terdakwa-terdakwa lain. putusan Rapat Besar itu tidaklah
bertentangan dengan pasal 295 H.I.R. oleh karena hukum acara yang
digunakan dalam peradilan adat bukanlah H.I.R. tetapi Hukum Adat
setempat berdasarkan pasal 3 Ordonnantie op de Inheemche Rechtspraak (S. 1923
– 80).
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 18-2-1956 No. 50 K/Kr/1954.
Dalam
Perkara : Bai bin Rambok.
1.
XIII.1.5. Acara pembuktian.
Keberatan
yang diajukan penuntut kasasi bahwa persoalan ini mengenai bidang Agama; ajaran
Agama Islam menentukan sekurang-kurangnya saksi 4 orang sebagaimana tersebut
dalam Qur’an surat Annisa ayat 15;
tidak
dapat diterima karena Pengadilan Tinggi telah menuruti acara hukum pembuktian
menurut hukum acara pidana yang
berlaku.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 3-12-1975 No. 111 K/Kr/1974.
Dalam
Perkara : M. Jasir gelar Engku Lunak.
dengan Susunan
Majelis : 1. Purwosunu S.H., 2. Kabul Arifin S.H., 3. Busthanul
Arifin S.H.
1.
XIII. 1.5. Yang harus dibuktikan.
Keberatan
yang diajukan penuntut kasasi bahwa Pengadilan Tinggi dan Pengadilan Negeri
dalam pertimbangannya telah salah menerapkan hukum karena
tidak dapat membuktikan secara tepat berapa jumlah uang yang digunakan terdakwa
secara melawan hukum.
tidak
dapat diterima, karena judex facti dalam pertimbangannya telah menyatakan bahwa
yang diterima oleh pemohon kasasi adalah sejumlah uang yang lebih dari Rp.
250.-
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 4-8-1976 No. 142 K/Kr/1973.
Dalam
Perkara : Soenarjo alias Seitoatmodjo.
dengan Susunan
Majelis : 1. Prof. Umar Seno Adji S.H., 2. Purwosunu S.H. 3.
Busthanul Arifin SM.
1.
XIII.2.2. Surat-surat otentik.
Pertimbangan
Pengadilan Negeri yang dibenarkan Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung :
Berita Acara kesimpulan
pemeriksaan dari Markas Besar Kepolisian RI.
Lembaga
Laboratorium Kriminil, karena dibuat dengan mengingat sumpah jabatan oleh
pejabat-pejabat yang khusus diangkat untuk tugas itu, merupakan surat
keterangan termaksud dalam pasal 305 H.I.R. sehingga merupakan
alat bukti yang sah menurut pasal 295 H.I.R.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 14-3-1973 No. 16 K/Kr/1972.
Dalam
Perkara : Holid bin Sukarso.
dengan Susunan
Majelis : 1 Prof. Subekti S.H., 2. D.H. Lumbanradja S.H., 3.
indroharto S.H.
1.
XIII.2.4. Visum et repertum.
Tidak
disebutnya tanggal dan jam pemeriksaan mayat dan tidak disebutnya sebab si
korban meninggal, tidak merupakan halangan bagi Hakim untuk menarik kesimpulan
bahwa si korban telah meninggal akibat luka-luka tersebut dalam visum et
repertum.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 10-11-1959 No. 182 K/Kr/1959.
Dalam
Perkara : Lim Tjoei Hok.
1.
XIII.3. Kesaksian yang berdiri sendiri.
Menurut
pendapat Mahkamah Agung keterangan seorang saksi menurut Hukum Adat
tidak merupakan alat bukti yang sah.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 24-11-1959 No. 80 K/Kr/1959.
Dalam
Perkara : Raden Abdullah Yusuf bin Raden Haji Rifin.
1.
XIII.3.4. Saksi a decbarge.
Keberatan
yang diajukan penuntut kasasi bahwa Pengadilan Negeri menolak saksi a decharge
hanya dengan kata-kata “dipandang tidak perlu”.
tidak
dapat diterima, karena saksi-saksi a decharge termaksud pada hakekatnya
saksi-saksi akhli juga dan Pengadilan sudah merasa cukup memperoleh penjelasan
dan saksi-saksi akhli yang telah didengar.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 16-5-1973 No. 18 K/Kr/1971.
Dalam
Perkara : I. Carel Lodewijk Blume, II. Ny. Siti Zubaedah binti
Mas’ud. III. Ny. Tini Surtini binti Inasan. IV. Nola Holgher Tomana.
dengan Susunan
Majelis : 1. Prof. Subekti S.H., 2. Busthanul Arifin S.H., 3.
Indroharto S.H.
1.
XIII.3.7. Tentang keterangan saksi yang ada pertalian keluarga.
Isteri
yang sah dan tertuduh tidak dapat dijadikan sebagai saksi yang disumpah.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 14-5-1973 No. 28 K/Kr/1972.
Dalam
Perkara : Lukman bin Ismail.
dengan Susunan
Majelis : 1. Prof. R. Subekti S.H., 2. Sri Widojati Wiratmo
Soekito S.H., 3. Indroharto S.H.
1.
XIII.3.12. Keterangan akhli.
Sebagai
pengganti visum et repertum dapat juga didengar keterangan saksi akhli.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 5-11-1969 N0. 10 K/Kr/1969.
Dalam
Perkara : Bujung Djafar.
dengan Susunan
Majelis : 1. Prof. R. Subekti S.H., 2. Sri Widojati Wiratmo
Soekito S.H., 3. Z. Asikin Kusumahatmadja S.H.
1.
XIII.3.12. Keterangan akhli.
Menurut pasal
306 (2) H.I.R. Hakim tidak terikat pada pendapat seorang akhli (i.c.
pendapat Dr. Sie Swie Dong dengan visum et repertumnya) jika pendapat ini
bertentangan dengan keyakinannya.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 17-3-1962 No. 72 K/Kr/1961.
Dalam
Perkara : Phwa Tjiang Ing.
1.
XIII.3.13. Keterangan saksi yang dibacakan di sidang.
Berdasarkan
atas pasal 47 Jo pasal 52 Landgerecht Reglement keterangan
dari seorang saksi yang diberikan dihadapan Magistrat Pembantu, yang dibacakan
di sidang Pengadilan Negeri, adalah suatu alat pembuktian yang sah.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 15-4-1957 No. 167. K/Kr/1956.
Dalam
Perkara : Milangi Marga Sembiring dkk.
1.
XIII.3.13. Keterangan-keterangan saksi yang tidak disumpah.
Berdasarkan pasal
303 H.I.R. keterangan-keterangan saksi yang diberikan di sidang
Pengadilan tanpa sumpah, dapat dipergunakan sebagai tambahan dari upaya
pembuktian yang berhubungan; Dalam Perkara ini keterangan-keterangan dari
penuntut kasasi sendiri.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 1-12-1956 No. 137 K/Kr/1956.
Dalam
Perkara : Djohan marga Ginting Munthe; Anwar.
1.
XIII.3.13. Terdakwa Dalam Perkara lain sebagai saksi.
Seorang
terdakwa Dalam Perkara lain, meskipun peristiwanya sama, dapat saja didengar
sebagai saksi.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 25-10-1967 No. 60 K/Kr/1967.
Dalam
Perkara : 1. Masburo Dalimunte, 2. Abd. Sani, 3. Tohir Manurung
dkk.
dengan Susunan
Majelis :1. Surjadi S.H., 2. Subekti S.H., 3. M. Abdurrachman S.H.
1.
XIll.5. 1. Pengakuan dalam sidang.
Theori
mengenai “onsplitsbaar aveu” hanya berlaku Dalam Perkara perdata dan tidak
Dalam Perkara pidana.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 18-9-1957 No. 5 K/Kr/1957.
Dalam
Perkara : Gouw Liong San.
1.
XIII.5.1. Pengakuan dalam sidang.
Karena
terdakwa di sidang Pengadilan Negeri mengaku atas segala yang dituduhkan
kepadanya, Hakim cukup mendengar seorang saksi saja.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 9-11-1957 No. 81 K/Kr/1957.
Dalam
Perkara : Roesdi.
1.
XIII.5.2. Pengakuan diluar sidang.
Pertimbangan
Pengadilan Negeri yang dibenarkan Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung
Bahwa
pengakuan-pengakuan para tertuduh I dan II dimuka Polisi dan Jaksa, ditinjau
dalam hubungannya satu sama lain dapat dipergunakan sèbagai petunjuk untuk
menetapkan kesalahan para tertuduh;
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 20-9-1967 No. 177 K/Kr/1965.
Dalam
Perkara :1. Ilyas Soetan Madjo Lelo, II. Boerhanudin Soetan
Madjokayo, III. Sjoekoer Malim Soetan.
1.
XIII.5.8. Pengakuan yang dicabut kembali.
Berdasarkan pasal
309 H.I.R. pengakuan terdakwa diluar sidang yang kemudian di sidang
Pengadilan dicabut tanpa alasan yang berdasar, merupakan petunjuk tentang
kesalahan terdakwa.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 23-2-1960 No. 229 K/Kr/1959.
Dalam
Perkara : Achmadi.
1.
XIII.5.8. Pengakuan.
Suatu
pengakuan tidak dapat ditiadakan karena alasan tidak mengerti.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 27-9-1961 No. 85 K/Kr/1961.
Dalam
Perkara : Kasah bin Samad.
1.
XIII.5.9. Pengakuan tertuduh yang berdiri sendiri.
Pengadilan
Ekonomi dan Pengadilan Tigggi Ekonomi yang menganggap bahwa telah terbukti
secara syah dan meyakinkan kesalahan terdakwa akan tuduhan II, dengan hanya
berpegang pada pengakuan terdakwa tanpa dikuatkan oleh bukti lain yang dengan
demikian merupakan sekedar “bloote bekentenis” termaksud dalam pasal
308 H.I.R. telah melanggar pasal 307 H.I.R.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 10-4-1962 No. 119 K/Kr/1961.
Dalam
Perkara : Ong Kie Bok.
1.
XIII.5.9. Pengakuan tertuduh yang berdiri sendiri.
Pengadilan
Tinggi dan Pengadilan Negeri telah salah menerapkan pasal 308 Jo pasal
300 dan berikutnya dari R.I.B. karena pembuktian
mengenai tuduhan terhadap terdakwa hanya disandarkan pada keterangan terdakwa
tanpa dikuatkan oleh kesaksian dengan persyaratan-persyaratan yang dimaksudkan
dalam pasal-pasal tersebut, maka putusan Pengadilan Tinggi dan Pengadilan
Negeri harus dibatalkan.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 19-11-1947 No. 37 K/Kr/1973.
Dalam
Perkara : Kasirin.
dengan Susunan
Majelis : 1. Prof. Oemar Seno Adji S.H., 2. Busthanul Arifin S.H.,
3. Z. Asikin Kusumah Atmadja S.H.
PUTUSAN/PENETAPAN
HAKIM
1.
XIV.1. Bentuk/syarat-syarat putusan.
Putusan
yang tidak didahului “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” dan
tidak pula memuat alasan-alasan dan dasar dari putusan adalah merupakan satu
kelalaian yang oleh karena itu adalah batal.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 28-8-1974 No. 104 K/Kr/1973.
Dalam
Perkara : Mualib bin Sarkawi.
dengan Susunan
Majelis : 1. Dr. Santoso Poedjosoebroto S.H., 2. Palti Radja
Siregar S.H., 3. Busthanul Arifin S.H.
1.
XIV.1. Bentuk putusan.
Undang.undang
tidak mewajibkan kepada Pengadilan Tinggi untuk membuat catatan dibawah
putusannya, bahwa putusan telah diumumkan kepada terdakwa.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 19-5-1959 No. 200 K/Kr/1958.
Dalam
Perkara : Sanwireja alias Sakoen.
1.
XIV.1. Bentuk penetapan Hakim.
Ketiadaan
alasan-alasan dalam perintah Hakim untuk memasukkan seseorang kedalam tahanan
tidak menyebabkan batalnya perintah tersebut, asal terpenuhi syarat-syarat bagi
penahanan sementara.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 19-5-1964 No. 100 K/Kr/1963.
Dalam
Perkara : Latak bin Haji Tojib.
1.
XIV. 1. Bentuk/syarat-syarat putusan.
Apabila
terdapat tuduhan “pertama” (primair) dan “atau” (subsidair), maka apabila
terdakwa telah dipersalahkan melakukan tindak pidana yang
disebut dalam tuduhan pertama” Pengadilan tidak boleh mempertimbangkan lagi
perbuatan yang dituduhkan kepada terdakwa secara “atau” (subsidair), sehingga
terdakwa tersebut tidak usah dibebaskan dari tuduhan “atau”.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 12-4-1958 No. 285 K/Kr/1957.
Dalam
Perkara : Ong Mie Kong.
1.
XIV.1. Bentuk/syarat-syarat putusan.
Dalam
putusan harus disebut unsur-unsur mana dari pasal-pasal Kitab
Undang-undang Hukum Pidana yang terbukti dilakukan
oleh terdakwa.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 12-7-1969 No. 12 K/Kr/1968.
Dalam
Perkara : Raden Soeharto.
dengan Susunan
Majelis : 1. Prof. R. Subekti S.H., 2. Prof. R. Sardjono S.H., 3.
Indroharto S.H.
1.
XIV.1. Bentuk/syarat putusan.
Keberatan
yang diajukan : bahwa putusan Pengadilan Tinggi tidak mengemukakan alasan hukum,
onvoldoende gemotiveerd;
tidak dapat
diterima, karena Pengadilan Tinggi sudah tepat dengan mengambil alih
alasan-alasan dan pertimbangan-pertimbangan Pengadilan Negeri.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 17-3-1976 No. 39 K/Kr/1975.
Dalam
Perkara : Pukka Naik Sitompul.
dengan Susunan
Majelis : 1. Hendrotomo S.H., 2. Busthanul Anfin S.H., 3.
Purwosunu S.H.
1.
XIV.1. Syarat-syarat putusan.
Putusan
Pengadilan Tinggi harus dibatalkan karena Pengadilan Tinggi dalam putusannya
sama sekali tidak ada pertimbangannya mengapa perbuatan tertuduh yang sudah
terbukti itu oleh Pengadilan Tinggi dipandang termasuk soal perdata.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 30-6-1976 No. 29 K/Kr/1976.
Dalam
Perkara : Hamzah bin Achmad.
dengan Susunan
Majelis : 1. Hendrotomo S.H., 2. Purwosunu S.H., 3. Busthanul
Arifin S.H.
1.
XIV.3. Batalnya putusan.
Walaupun
dalam putusan terdapat kesalahan mengenai penyebutan peraturan yang dilanggar
tetapi karena dictum putusan sudah tepat, putusan tidak harus dibatalkan.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 13-10-1956 No. 82 K/Kr/1954.
Dalam
Perkara : Raden Muhamad Saman bin Raden Achmad.
dengan Susunan
Majelis : 1. Mr. R.S. Kartanegara, 2. Mr. R. Soerjotjokro, 3. Mr.
Sutan Abdul Hakim.
1.
XIV.3. Batalnya putusan.
Keberatan
yang diajukan penuntut kasasi, bahwa memori bandingnya belum dipertimbangkan
oleh Pengadilan Tinggi.
dapat
dikesampingkan karena hal tersebut tidak menyebabkan batalnya putusan Pengadilan
Tinggi, lagi pula Pengadilan Tinggi telah memeriksa kembali perkara tersebut
dalam keseluruhannya.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 30-9-1975 No. 15 K/Kr/1975.
Dalam
Perkara : Sunardi.
dengan Susunan
Majelis 1. Palti Radja Siregar S.H., 2. Hendrotomo S.H., 3.
Busthanul Arifin S.H.
1.
XIV.3. Batalnya putusan.
Bahwa
dalam putusan Pengadilan Tinggi tidak disebutkan dengan tegas mengenai telah
diperhatikannya risalah banding, tidaklah merupakan alasan untuk membatalkan
putusan Pengadilan Tinggi itu, karena dalam H.I.R. tidak ada ketentuan yang
menyatakan batalnya putusan Hakim dalam hal tersebut;
lagi
pula Mahkamah Agung dalam peradilan kasasi selain memperhatikan risalah
banding, sehingga penuntut kasasi tidak dirugikan.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 4-7-1961 No. 109 K/Kr/1960.
Dalam
Perkara : Cimin alias Tawil; lmam Basuki alias Mujadi; Miskun
alias Lembung.
1.
XIV.3. Batalnya putusan.
Tidak
diajukannya barang bukti dimuka Pengadilan tidak mengakibatkan batalnya suatu
putusan.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 7-10-1958 No. 127 K/Kr/1958.
Dalam
Perkara : Gianyam Bargumal Dodani.
1.
XIV.3. Batalnya putusan.
Keberatan
yang diajukan penuntut kasasi bahwa perkara penuntut kasasi diajukan kemuka
Hakim tidak dalam jangka waktu 3 bulan, akan tetapi 5 bulan 16 hari dan pada
saat perkara diperiksa dimuka sidang Pengadilan tidak dengan jangka waktu 6
bulan, tetapi 6 bulan 6 hari, keadaan mana bertentangan dengan pasal 3 (1) dan
pasal 2 dari Perpu No. 24/1960;
tidak
dapat diterima karena hal itu tidak menyebabkan batalnya putusan Pengadilan
karena jangka waktu yang ditetapkan dalam undang-undang tidak ada sangsinya.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 4-5-1974 No. 149 K/Kr/1972.
Dalam
Perkara : imam Soebekti, Sukarmani.
dengan Susunan
Majelis : 1. Prof. Oemar Seno Adji S.H., 2.Hendrotomo S.H., 3.
Asikin Kusumah Atmadja S.H.
1.
XIV.3. Batalnya putusan.
Keberatan
yang diajukan penuntut kasasi bahwa penuntut-penuntut kasasi tidak pernah
mendapat kesempatan mempelajari berkas perkara sampai diputus oleh Pengadilan
Tinggi;
tidak
dapat diterima karena hal tersebut tidaklah menyebabkan batalnya putusan.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 13-11-1971 No. 155 K/Kr/1969.
Dalam
Perkara : Andi Haerani Krg Ngamang dkk.
dengan Susunan
Majelis : Prof. Sardjono S.H., Busthanul Arifin S.H., Sri Widojati
Wiratmo Soekito S.H.
1.
XIV.3. Batalnya putusan.
Mengadili
TPE dalam pemeriksaan tingkat banding harus dengan 3 orang Hakim.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 7-7-1964 No. 25 K/Kr/1964.
Dalam
Perkara : Go Siang long.
1.
XIV.3. Batalnya putusan.
Dengan
tidak disebutkannya perkataan melakukan kejahatan dalam keputusan tidak
mengakibatkan batalnya putusan tersebut.
Perbedaan
kwalifikasi antara “pemalsuan surat” dan “membuat surat palsu” adalah soal
terjemahan saja, yang tidak akan mengakibatkan batalnya putusan.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 23-8-1969 No. 36 K/Kr/1968.
Dalam
Perkara : Haji Pahmurdji bin Hasan Ro’i.
dengan Susunan
Majelis : 1. M. Abdurrachnan S.H., 2. Prof. R. Sardjono S.H., 3.
D.H. Lumbanradja S.H.
1.
XIV.3. Batalnya putusan.
Kesalaban
judex facti mengenai pengmbalian barang bukti tidaklah menyebabkan batalnya
putusan dan cukuplah dalam hal ini Mahkamah Agung memperbaiki putusan mengenai
barang bukti itu dengan menyerahkan barang bukti ini kepada yang berhak.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 14-5-1973 No. 35 K/Kr/1971.
Dalam
Perkara : Jihanes Eli Motullah.
1.
XIV.3. Batalnya putusan.
Kelalaian
dalam cara-cara peradilan yang harus diindahkan oleh Pengadilan Ekonomi, yang
Dalam Perkara ini sesungguhnya tidak terdapat, berdasarkan pasal 44
U.U. Tindak Pidana Ekonomi hanya dapat digunakan sebagai dasar untuk
pembatalan putusannya jika kelalaian tersebut merugikan pihak kejaksaan dalam
tuntutannya atau pihak tersangka dalam pembelaannya.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 25-1-1975 No. 98, 99 K/Kr/1974.
Dalam
Perkara : Abu Kiswo bin Kusman.
dengan Susunan
Majelis : 1. Prof. Oemar Seno Adji S.H., 2. Purwosunu S.H., 3.
Busthanul Arifin S.H.
1.
XIV.4. Putusan diluar hadir tertuduh.
Perkara
yang tidak bersifat ringan seperti yang dimaksud dalam pasal 6 (1) ayat
a dan b Undang-undang No. 1 tahun 1951 tidak dapat diputuskan secara
in absentia (verstek).
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 14-2-1968 No. 70 K/Kr/1968.
Dalam
Perkara : Sutjipto bin Djapar.
dengan Susunan
Majelis :1. Prof. R. Subekti S.H., 2. Sri Widojati Wiratmo Soekito
S.H., 3. Indrobarto S.H.
1.
XIV.4. Putusan diluar hadir tertuduh.
Menurut pasal
6 ayat 1 sub a Undang-undang Darurat tahun 1951 perkara kejahatan
“penghinaan ringan” diadili oleh Hakim Pengadilan Negeri dalam sidang dengan
tidak dihadiri oleh Jaksa, kecuali bilamana Jaksa itu sebelumnya telah
menyatakan keinginannya untuk menjalankan pekerjaannya sebagai penuntat umum
pada sidang itu.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 1-2-1958 No. 269 K/Kr/1957.
Dalam
Perkara : Soetomo.
1.
XIV.6. Putusan tentang pembebasan.
Jika
Pengadilan Negeri membebaskan terdakwa dari tuduhan “primair dan subsidair”
akan tetapi menghukum terdakwa karena tuduhan “lebih subsidair” maka
berdasarkan pasal 6 ayat 2 Undang-undang Darurat No. 1 tahun 1951 maka
tuduhan pnimair dan subsidair tersebut tidak dapat lagi dipergunakan Sebagai
dasar untuk menghukum terdakwa.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 4-2-1958 No. 168 K/Kr/1958.
Dalam
Perkara : Muhamad Nasir bin Dalam Kepala.
1.
XIV.6. Putusan pembebasan.
Permohonan
banding Jaksa terhadap putusan mengenai tuduhan II subsidair berdasarkan pasal
6 (2) Undang-undang No. 1 Drt 1951 seharusnya tidak diterima oleh
Pengadilan Tinggi disebabkan putusan Pengadilan Negeri adalah putusan “bebas
murni” yaitu karena unsur “niat” untuk memiliki barang-barang itu tidak dapat
dibuktikan oleh Pengadilan Negeri.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 4-2-1976 No. 58 K/Kr/1974.
Dalam
Perkara : Suprapto B.A.
dengan Susunan
Majelis : 1. Hendrotomo S.H., 2. Pahi Radja Siregar S.H., 3.
Busthanul Arifin S.H.
1.
XIV.7. Putusan pelepasan dari tuduhan hukum.
Berdasar
fakta-fakta yang telah dianggap terbukti dalam persidangan, salah satu unsur
pokok, yaitu unsur kesalahan (schuld) dari pasal 359 K.U.H.P. pada hakekatnya
tidak dipenuhi, maka perbuatan yang dituduhkan kepada tertuduh tidak dapat
dihukum oleh karena bukan merupakan kejahatan maupun pelanggaran, sehingga
seharusnya pemohon kasasi dilepas dari segala tuntutan hukum.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 19-5-1976 No. 54 K/Kr/1975.
Dalam
Perkara : Idris Gelas Sidi Maradjo.
dengan Susunan
Majelis : 1. Purwosunu S.H., 2. Kabul Arifin S.H., 3. Hendrotomo
S.H.
1.
XIV.8. Putusan “segera masuk”.
Pertimbangan
Pengadilan Tinggi yang dibenarkan Mahkamah Agung :
Perintah
untuk segera memasukkan terdakwa dalam tahanan seyogyanya hanya diberikan dalam
hal terdakwa dijatuhi hukuman enam bulan keatas dan ada urgensi yang mendesak
untuk itu.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 27-8-1975 No. 67 K/Kr/1972.
Dalam
Perkara : Syahdan bin Junait.
dengan Susunan
Majelis : 1. Purwosunu S.H., 2. Hendrotomo S.H., 3. Busthanul
Arifin S.H.
1.
XIV.9. Isi amar putusan.
Putusan
Pengadilan Negeri/Pengadilan Tinggi harus diperbaiki, karena dalam amar
putusan tidak dicantumkan bahwa tertuduh dibebaskan dari tuduhan pertama,
sedang ia hanya dipersalahkan terhadap tuduhan kedua.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 17-12-1975 No. 13 K/Kr/1974.
Dalam
Perkara : Macdayaros Zjainogri.
dengan Susunan
Majelis : 1. Purwosunu S.H., 2. Hendrotomo S.H., 3. Busthanul
Arifin S.H.
1.
XIV.9. Isi amar putusan.
Karena
tindak pidana yang dituduhkan kepada terdakwa dirumuskan
sebagai “ndjurmak”, maka dalam amar putusan tindak pidana yang
dipersalahkan kepadanya haruslah dirumuskan sebagai “ndjurmak” (pemakaian tanah
orang lain tanpa izin yang berhak) juga.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 10-5-1972 No. 11 K/Kr/1971.
Dalam
Perkara : Suwe Karo2; Djedamin Karo2.
dengan Susunan
Majelis : 1. Prof. Sardjono S.H., 2. Indroharto S.H., 3. Sri
Widojati Wiratmo Soekito S.H.
1.
XIV.9. Isi amar putusan.
Dalam
dictum hams disebut semua kwalifikasi tindakan yang terbukti dilakukan
tendakwa.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 18—7—1970 No. 11 K/Kr/1969.
Dalam
Perkara Soengkono bin Chamin; Soedjadi bin Aboe Hasan.
dengan Susunan
Majelis PrQf. R. Subekti S.H., Indroharto S.H., R.Z. Asikin
Kusumah Atmadja.
1.
XIV.9. Isi amar putusan.
Kekhilafan
dalam hal memberi kwalifikasi tidak merupakan alasan untuk membatalkan
pemutusan Hakim bawahan; kekhilafan serupa itu akan diperbaiki oleh Mahkamah
Agung dalam tingkat kasasi, meskipun permohonan kasasi ditolak.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 16-9-1967 No. 3 K/Kr/l967.
Dalam
Perkara : Toegirin.
dengan Susunan
Majelis 1. Suijadi S.H., 2. Prof. R. Subekti S.H., 3. M.
Abdurrachman S.H.
1.
XIV.9. Isi amar putusan.
Putusan
Pengadilan Tinggi harus diperbaiki karena Pengadilan Tinggi dalam amar
putusannya menyinggung mengenai terdakwa II yang tidak minta banding; lagi pula
tidak menyinggung mengenai biaya perkara dalam tingkat banding.
amar
putusan Pengadilan Tinggi :
Menguatkan
putusan Pengadilan Negeri ……tentang terdakwa I:………terhadap hukuman yang
dijatuhkan kepadanya tersebut kecuali terhadap terdakwa II……. kamena tidak
dimintakan banding.
Oleh
Mahkamah Agung amar putusan diperbaiki sebagai berikut :
Menguatkan
putusan Pengadilan Negeri Bondowoso tanggal :………….No…….
tentang terdakwa I/pembanding. Membebankan biaya perkara dalam tingkat banding
kepada terdakwa I/pembanding.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 18-6-1970 No. 24 K/Kr/1969.
Dalam
Perkara : 1. K.H. Gozali, 2. Imam Sukardjo, 3. Abdoessyakoe.
dengan Susunan
Majelis : 1. Prof. R. Soebekti S.H., 2. Indroharto S.H., 3. D.H.
Lumbanradja S.H.
1.
XIV.9. Pertimbangan-pertimbangan putusan.
Tidaklah
perlu dipertimbangkan oleh Pengadilan Tinggi bahwa tertuduh tidak terbukti
dengan sah dan meyakinkan melanggar pasal 299 K.U.H.P. karena pasal 299
K.U.H.P. ternyata tidak dirumuskan dalam surat tuduhan.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 4-8-1976 No. 92 K/Kr/1973.
Dalam
Perkara : Daslim bin Ahmaddin.
dengan Susunan
Majelis : 1. Prof. Oemar Seno Adji A.H., 2. Hendrotomo S.H., 3.
Busthanul Arifin S.H.
1.
XIV.15. Putusan Mahkamah Agung : yang
menyatakan tidak dapat diterimanya permohonan kasasi.
Permohonan
kasasi harus dinyatakan tidak dapat diterima oleh karena risalah kasasinya
dikirim langsung kepada Mahkamah Agung, sedangkan menurut pasal 125
ayat 1 Undang-undang Mahkamah Agung Indonesia risalah kasasi itu harus
disampaikan kepada Panitera Pengadilan Tinggi Ekonomi.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 22-7-1956 No. 41 K/Kr/1956.
Dalam
Perkara : Ng Kong Po.
1.
XIV.15. Putusan Mahkamah Agung : yang
menyatakan ddak dapat diterimanya permohonan kasasi.
Berdasarkan
atas pasal 125 ayat 2 Undang-undang Mahkamah Agung Indonesia permohonan
kasasi harus dinyatakan tidak dapat diterima, oleh karena penuntut kasasi tidak
memajukan risalah kasasi dimana dimuat alasan-alasan permohonan kasasi.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 17-3-1956 No. 93 K/Kr/1955.
Dalam
Perkara : Patanring.
1.
XIV.16. Putusan Mahkamah Agung : yang
menyatakan ditolaknya permohonan kasasi.
Karena
penuntut kasasi tidak dengan tegas memajukan dalam risalah kasasinya
undang-undang beserta pasal-pasal mana yang tidak atau salah dilaksanakan oleh
Hakim maka permohonan kasasi harus ditolak.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 26-9-1956 No. 7 K/Kr/1956.
Dalam
Perkara : Kie Bu Choan (Kee Boe Thuan).
1.
XIV.18. Putusan Mahkamah Agung : yang
memperbaiki putusan Pengadilan Tinggi.
Dalam
hal Pengadilan Tinggi sudah mempertimbangkan bahwa tertuduh melakukan tindak
pidana korupsi, namun lalai mencantumkannya dalam dictum putusannya, Mahkamah
Agung hanya berwenang memperbaiki dictum ltu tanpa memperbaiki putusan yang
hukumannya memang ringan.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 19-11-1974 No. 77 K/Kr/1973.
Dalam
Perkara : R. Soemarto Soemarjo.
dengan Susunan
Majelis : 1. Prof. Oemar Seno Adji A.H., 2. Sri Widojati Wiratmo
Soekito S.H., 3. Indroharto S.H.
1.
XIV.18. Putusan Mabkamah Agung yang memerintahkan pemeriksaan
tambahan.
Karena
dalam putusan Pengadilan Negeri disebutkan bahwa saksi I pr. Haji Salbiah
tersebut “memberi keterangan dibawah sumpah menerangkan di persidangan dst”,
sedangkan menurut berita acara persidangan, saksi tersebut tidak disumpah oleh
Pengadilan Negeri dengan alasan karena telah disumpah oleh Jaksa pada
pemeriksaan pendahuluan.
maka
saksi I pr. Haji Salbiah perlu didengar kembali dibawah sumpah dan dalam
pemeriksaan itu juga perlu ditanyakan kepada saksi apakah gelang itu diberikan
karena terpengaruh dengan “kekayaan” dari saksi Alus bin Mansyur.
Oleh
Mahkamah Agung diperintahkan kepada Pengadilan Negeri untuk mengadakan
pemeriksaan tambahan seperti dimaksud diatas.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 30-9-1975 No. 40 K/Kr/1975.
Dalam
Perkara : Rusni binti Kamidi.
dengan Susunan
Majelis : 1. Palti Radja Siregar S.H., 2. Hendrotomo S.H., 3.
Busthanul Arifin S.H.
UPAYA HUKUM
1.
XV.2. Banding.
Karena
undang-undang yang dimaksud dalam pasal 14 (2) Undang-undang No.
19/1964 belum ada maka tetaplah berlaku pasal 6 (2) Undang-undang No.
1 tahun 1951.
Putusan
Mahkamah Agung : tgL 7-7-1969 No. 41 K/Kr/1968.
Dalam
Perkara : Lauw Kwi Eng.
1.
XV.2. Banding.
Putusan
yang mengandung pembebasan tidak dapat dimintakan banding oleh Jaksa kecuali
dapat dibuktikan dalam memon bandingnya bahwa pembebasan tersebut sebenarnya
adalah pembebasan tidak murni.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 28-3-1970 No. 19 K/Kr/1969.
Dalam
Perkara : Machmud Kahar.
1.
XV.2. Banding.
Terbadap
putusan pembebasan (vrijspraak) Dalam Perkara tindak pidana subversi dapat
diajukan banding.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 17-7-1971 No. 28 K/Kr/1969.
Dalam
Perkara : Madjaeni alias Zamad dkk.
dengan Susunan
Majelis :1. Prof. R. Sardjono S.H., 2. Busthanul Arifin S.H., 3.
Indroharto S.H.
1.
XV.2. Banding.
Keberatan
yang diajukan penuntut kasasi bahwa putusan Pengadilan Tinggi Ekonomi
bertentangan dengan hukum karena Pengadilan Tinggi Ekonomi menerima banding
atas putusan yang mengandung pembebasan murni dari Pengadilan Ekonomi;
tidak
dapat dibenarkan, karena bagi tindak pidana ekonomi tidak menjadi soal
ada/tidaknya pembebasan murni (vrijspraak of onstslag van alle rechts
wrvolging) melainkan apakah tindak pidana ekonomi tersebut merupakan kejahatan atau
pelanggaran.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 19-9-1970 No. 25 K/Kr/1970.
Dalam
Perkara : 1. Mak Kim Koan, 2. Richard Tampubolon alias Ana Ni
Patik, 3. The Tjoei Liong.
dengan Susunan
Majelis : 1. Prof. R. Soebekti S.H., 2. Busthanul Arifin S.H., 3.
Indroharto S.H.
1.
XV.2. Banding.
Menurut pasal
11 (1) Undang-undang (Drt.) No. 1 tahun 1951 sebagaimana dirobah
dengan Undang-undang (Drt.) No. 11 tahun 1955 segolongan perkara atau suatu
perkara tertentu dapat diputus dalam tingkat banding oleh seorang Hakim.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 13-2-1962 No. 93 K/Kr/1961.
Dalam
Perkara : Hadisoemarta alias Sukadi.
1.
XV.2. Banding.
Pengadilan
Tinggi menurut pasal 16 Undang-undang Darurat N.o. 1 .tahun 1951 jo
Undang-undang No. 1 tahun 1961 dalam tingkat banding dapat mengubah putusan
Pengadilan Negeri dan mengadakan putusan sendiri dengan mengingat akan pasal
315 ayat 1 H.I.R.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 27-6-1961 No. 16 K/Kr/1960.
Dalam
Perkara : Soemarto.
1.
XV.2. Banding.
Karena
tuduhan subsidair adalah mengenai pelanggaran yang ancaman hukumannya kurang 3
bulan penjara, berdasarkan pasal 6 (1) a dan (2) UndangUndang No. 1
Drt. 1951 terhadap putusan atas tuduhan tersebut tidak dapat
dimintakan banding.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 24-2-1976 No. 77 K/Kr/1974.
Dalam
Perkara: 1. Ania A.D. Adiwidjaja bin Kie Shong Pok; 2. Lie Toeng Kie
dkk.
dengan Susunan
Majelis: 1. Kabul Arifin S.H.; 2. Hendrotomo S.H.; 3. Bustanul Arifin
S.H.
1.
XV.2. Banding.
Keberatan
yang diajukan oleh penuntut kasasi, bahwa Pengadilan Tinggi tidak melaksanakan
ketentuan pasal 10 ayat 2 Undang-Undang No. 1/Drt. tahun 1951,
tidak
dapat diterima karena hal ini tidak mengakibatkan batalnya putusan.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 15-4-1975 No. 28 K/Kr/1973.
Dalam
Perkara: Said Habib Hasyim Chutban.
dengan Susunan
Majelis: 1. Hendrotomo S.H.; 2. Bustbanul Arifin S.H.; 3. Z. Asikin
Kusumahatmadja S.H.
1.
XV.2. Banding.
Keberatan
yang diajukan penuntut kasasi: bahwa Pengadilan Tinggi telah memutus perkara
ini tanpa memberi kesempatan kepada penuntut kasasi untuk memasukkan memori
banding, karena sebelumnya tidak diberitahukan;
tidak
dapat dibenarkan, karena tidak ada ketentuan yang mengharuskan Hakim banding
menunggu masuknya risalah banding dari terdakwa dalam memutus suatu perkara
banding, lagi pula Dalam Perkara ini jarak antara keputusan Pengadilan Negeri
dan keputusan Pengadilan Tinggi telah cukup lama.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 6-6-1968 No. 108 K/Kr/1967.
Dalam
Perkara: 1. Adeng; 2. Isben.
dengan Susunan
Majelis: 1. Subekti S.H.; 2. Sardjono SH.; 3. Indroharto S.H.
1.
XV2. Banding.
Berdasarkan pasal
6 ayat 2 Undang-Undang Darurat No. 1 tahun 1951 selain terdakwa, Jaksa
berwenang untuk naik banding, apabila tidak menerima baik putusan Pengadilan;
pembayaran denda oleh terhukum tidak menghilangkan hak Jaksa untuk naik
banding.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 8-5-1962 No. 20 K/Kr/1962.
Dalam
Perkara: Basir bin Abdullah.
1.
XV.2. Banding.
Pengadilan
Tinggi telah dengan tepat memutuskan: “Menerangkan, bahwa permohonan akan
pemeriksaan dalam tingkat bandingan dari terdakwa-terdakwa II, III dan IV
tersebut tidak dapat diterima.”
karena
putusan Pengadilan Negeri yang bersangkutan diucapkan dengan hadirnya para
penuntut kasasi pada tgl. 3 Nopember 1966 dan dalam berita acara dicatat oleh
Panitera Pengganti bahwa para penuntut kasasi minta banding tgl. 12 Nopember
1966, maka permohonan banding diajukannya terlambat.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 19-6-1968 No. 112 K/Kr/1967.
Dalam
Perkara: 1. Toposoejatno alias Soejatno al. Sarman (dakwa II); 2.
Tjiptosoerasa al. Soewage (dakwa ke III); 3. Darmosentono al. Markam (dakwa ke
IV);
dengan Susunan
Majelis: 1. Prof. Subekti SH.; 2. Indroharto SH.; 3. D.H. Lumbanradja
S.H.
1.
XV.2. Banding
Karena
dalam putusan Pengadilan Negeri tertuduh-tertuduh dilepaskan dari segala
tuntutan hukum mengenai tuduhan primair, seharusnya Pengadiian Tinggi menerima
permohonan banding dari Jaksa sekedar mengenai tuduhan primair itu; maka
putusan Pengadilan Tinggi harus dibatalkan dan diperintahkan agar Pengadilan
Tinggi membuka kembali persidangan untuk memeriksa dan memutus perkara tersebut
dalam pemeriksaan banding sekedar mengenai tuduhan primair.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 22-10-1973 No. 100 K/Kr/1973.
Dalam
Perkara: 1. Muchamad Busro bin Rujami; 2. Rumidan bin Djamiun al
Sardi;
dengan Susunan
Majelis: 1. Prof. Subekti S.H.; 2. Busthanul Arifin SH.; 3. Sri
Widoyati Wiratmo Soekito S.H.
1.
XV.2. Banding.
Keberatan
yang diajukan penuntut kasasi: bahwa ia tidak diberi tahu tentang permohonan
banding daripada Jaksa dan tidak diberi tahu isi memori banding sehingga ia
tidak dapat mengajukan contra memori banding;
tidak
dapat diterima, karena hal tersebut tidak menyebabkan batalnya putusan, lagi
pula contra memori banding tidak menentukan karena dalam tingkat banding
perkara diperiksa kembali dalam keseluruhannya.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 20-9-1972 No. 47 K/Kr/1971.
Dalam
Perkara: Soetomo.
dengan Susunan
Majelis: 1. Prof. Sardjono S.H.; 2. Sri Widojati Wiratmo Soekito S.H.;
3. lndroharto S.H.
1.
XV.2. Banding.
Walaupun
terdakwa III telah menerima putusan Pengadilan Ekonomi, tetapi karena Penuntut
Umum naik banding, perkaranya diperiksa kembali secara keseluruhan.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 12-11-1975 No. 89 K/Kr/1975.
Dalam
Perkara: 1. Muji Setiono bin Jotosumarto; 2. Tan Heng Yan; 3. Chaidir
bin Saleh.
dengan Susunan
Majelis: 1. Hendrotomo S.H.; 2. Kabul Arifin S.H.; 3. Busthanul Arifin
S.H.
1.
XV.2. Banding.
Pertimbangan
Pengadilan Tinggi yang dibenarkan Mahkamah Agung:
bahwa
tertuduh I dan Jaksa telah meminta agar perkara ini diperiksa dan diputus dalam
tingkat banding;
bahwa
dart akte banding Jaksa ternyata Jaksa hanya membanding terhadap keputusan
Pengadilan Negeri mengenai diri tertuduh I saja;
Selanjutnya
oleh Pengadilan Tinggi hanya diputuskan mengenai diri tertuduh I: hukuman
terhadap tertuduh I dirobah dari 8 bulan menjadi 1 tahun.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 3-4-1968 No. 113 K/Kr/1967.
Dalam
Perkara: 1. Selamat Depari; 2. Nuradjab.
dengan Susunan
Majelis: 1. Prof. Subekti S.H.; 2. Sardjono S.H.; 3. Sri Widojati
Notoprodjo S.H.
1.
XV.2. Banding.
Tidak
dipertimbangkannya risalah banding secara khusus oleh Pengadilan Tinggt
tidaklah menyebabkan batalnya putusan Pengadilan Tinggi tersebut.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 23-8-1972 No. 7 K/Kr/1971.
Dalam
Perkara: Hasbullah.
dengan Susunan
Majelis: 1. Prof. R. Subekti S.H.; 2. Busthanul Arifin S.H.; 3. D.H.
Lumbanradja S.H.
1.
XV.2. Banding.
Kata
“dan” dalam pasal 43 Undang-Undang Tindak Pidana Ekonomi menjadikan bagian
kalimat sesudah kata “dan” ini merupakan suatu keseluruhan dengan bagian
kalimat sebelum kata “dan” tersebut.
Oleh
karena itu terhadap putusan Pengadilan Ekonomi Dalam Perkara ini, walaupun
mengenai pelanggaran, dapat dimintakan banding karena hukuman yang dijatuhkan
adalah hukuman penjara.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 29-5-1961 No. 178 K/Kr/1961.
Dalam
Perkara: Liem Swan Thwan.
1.
XV.3. Kasasi.
Menurut
ketentuan undang-undang yang sekarang ini berlaku, Mahkamah Agung belum dapat
menjalankan kasasi terhadap putusan-putusan badan-badan Pengadilan dari
lingkungan lain selainnya Peradilan Umum.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 4-8-1976 No. 125 K/Kr/1968.
Dalam
Perkara: Otto Bojoh.
dengan Susunan
Majelis: 1. Prof. Umar Seno Adji S.H.; 2. Purwosunu S.H.: 3. Busthanul
Arifin S.H.
1.
XV.3. Kasasi.
Karena
permohonan kasasi diajukan langsung kepada Mahkamah Agung, tidak menurut cara
yang ditentukan oleh ps. 122 U.U. M.A.1., permohonan kasasi
tidak bisa diterima;
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 10-3-1959 No. 2 K/Kr/1959.
Dalam
Perkara: Mohamad Kijam (Mohd. Kiam bin Idrus).
1.
XV.3. Kasasi.
Permohonan
kasasi yang diajukan kepada Panitera Pengganti Pengadilan Negeri, yang
menurut pasal 122 (1) Undang-Undang Mahkamah Agung Indonesia harus
diajukan kepada Panitera Pengadilan Tinggi, harus dinyatakan tidak dapat
diterima.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 2-5-1961 No. 17 K/Kr/1961.
Dalam
Perkara: Tubari bin Misban.
1.
XV.3. Kasasi.
Permohonan
untuk pemeriksaan kasasi menurut pasal 122 U.U. M.A.1. harus
disampaikan oleh pemohon sendiri atau wakilnya, yang sengaja dikuasakan untuk
memajukan permohonan itu. Apabila wakilnya tidak mempunyai surat kuasa khusus,
maka permohonan kasasi harus dinyatakan tidak dapat diterima.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 11-9-1958 No. 117 K/Kr/1958.
Dalam
Perkara: Liong Tjin.
1.
XV.3. Kasasi.
Permohonan
kasasi yang diajukan oleh pihak ketiga/saksi tidak dapat diterima.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 17-5-1967 No. 141 K/Kr/1966.
Dalam
Perkara: Djudi alias Ruman Peranginangin.
1.
XV.3. Kasasi.
Menurut pasal
17 dan 121 U.U. M.A.I. yang berhak mengajukan permohonan kasasi Dalam
Perkara pidana adalah terdakwa dan Jaksa Agung. Apabila Dalam Perkara pidana
yang mengajukan permohonan kasasi seorang jaksa dari Pengadilan Negeri, maka
untuk itu jaksa tersebut harus mendapat kuasa khusus dari Jaksa Agung. Jika
tidak permohonan kasasi dari jaksa itu harus dinyatakan tidak dapat diterima.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 1-3-1958 No. 322 K/Kr/1957.
Dalam
Perkara: Poh Kim Heng dkk.
1.
XV.3. Kasasi.
Permohonan
kasasi yang diajukan oleh Jaksa Agung semata-mata untuk kepentingan hukum
dengan tidak merugikan pihak yang berkepentingan.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 29-5-1962 No. 178 K/Kr/1962.
Dalam
Perkara: Kiem Swan Thwan.
1.
XV.3. Kasasi.
Permohonan
kasasi yang diajukan oleh Jaksa pada Kejaksaan Negeri tanpa mendapat kuasa
khusus dari Jaksa Agung untuk mengajukan permohonan kasasi-jabatan, harus
dianggap sebagai kasasi-pihak (partij cassatie).
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 19-11-1975 No. 112 K/Kr/1975.
Dalam
Perkara: R. Hardjasurawinata.
dengan Susunan
Majelis: 1. Hendrotomo S.H.; 2. Palti Radja Siregar S.H.; 3. Busthanul
Arifin S.H.
1.
XV.3. Kasasi.
Permohonan
kasasi yang diajukan dengan melewati tenggang waktu yang ditentukan dalam pasal
122 U.U. M.A.I. harus dinyatakan tidak dapat diterima.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 12-9-1974 No. 521 K/Kr/1974.
Dalam
Perkara: Raden Mochamad Asari Surianegara.
dengan Susunan
Majelis: 1. Prof. Oemar Seno Adji S.H.; 2. Kabul Arifin S.H.; 3.
Busthanul Arifin S.H.
1.
XV.3. Kasasi.
Bahwa
tenggang yang berlalu antara diajukannya permohonan kasasi (tgl. 12 Juni 1967)
dan diterimanya risalah kasasi (tgl. 4 Juli 1967) adalah 22 hari, jadi melewati
tenggang 2 minggu sebagaimana ditentukan dalam pasal 125 (1) U.U.M.A.I.
bahwa
akan tetapi permohonan kasasi itu diajukan terhadap putusan Pengadilan di luar
Jawa-Madura, sedang tenggang yang berlalu antara pemberitahuan putusan
Pengadilan Tinggi (tgl. 6 Juni 1967) dan diterimanya risalah kasasi adalah 28
hari, jadi masih dalam tenggang untuk mengajukan permohonan kasasi, maka dalam
hal ini tanggal penerimaan kasasi dapat dianggap sekaligus sebagai tanggal
diajukannya permohonan kasasi.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 10-2-1968 No. 92 K/Kr/1967.
Dalam
Perkara: Stanis Pedron Sareng.
dengan Susunan
Majelis: 1. Surjadi S.H.; 2. Subekti S.H.; 3. M. Abdurrachman S.H.
1.
XV.3. Kasasi.
bahwa
tenggang yang berlalu antara diajukannya permohonan kasasi (tgl. 22 April 1961)
dan diterimanya risalah kasasi (tgl. 9 Mei 1964) adalah 17 hari jadi melewati
tenggang 2 minggu sebagaimana ditetapkan dalam pasal 125 Undang-Undang
Mahkamah Agung Indonesia;
akan
tetapi permohonan kasasi tersebut diajukan 3 hari sebelum keputusan Pengadilan
Tinggi secara resmi diberitahukan kepada penuntut kasasi (tgl. 25 April 1964);
jika
tanggal diberitahukannya keputusan Pengadilan Tinggi ini dianggap sebagai
tanggal diajukannya permohonan kasasi, penerimaan risalah kasasi masih dalam
tenggang 2 minggu sebagaimana ditentukan dalam pasal 125 U.U. M.A.I. maka
permohonan kasasi formil dapat diterima.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 20-8-1966 No. 129 K/Kr/1965.
Dalam
Perkara: Abdoel Moeluk gelar Soetan Radjo Bangsor.
dengan Susunan
Majelis: 1. Subekti SH.; 2. Sutan Abdul Hakim SH.; 3. M. Abdurrachman
S.H.
1.
XV.3. Kasasi.
Permohonan
kasasi yang diajukan Jaksa Agung karena jabatan tidak terikat pada Ienggang
waktu menurut pasal 122 ayat 1 U.U.M.A.1.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 7 Juli 1964 No. 25 K/Kr/1964.
Dalam
Perkara: Go Siang Jong.
1.
XV.3. Kasasi.
Yang
harus digunakan sebagai dasar perhitungan waktu memajukan permohonan kasasi
ialah tempat kedudukan dari Pengadilan tingkat pertama yang mengadili perkara
dari penuntut kasasi.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 19-11-1955 No. 84 K/Kr/1955.
Dalam
Perkara: Moh. Junan bin Haji Maksud.
1.
XV.3. Kasasi.
Dengan
dimasukkannya risalah kasasi, penuntut kasasi telah mengajukan permohonan
kasasi pada saat itu juga.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 29-3- 1967 No. 79 K/Kr/1966.
Dalam
Perkara: Haji Cholil dkk.
dengan Susunan
Majelis: 1. Suryadi S.H.; 2. Subekti S.H.; 3. Muh. Ishak Sumowijoyo
S.H.
1.
XV.3. Kasasi.
Permohonan
kasasi harus dinyatakan tidak dapat diterima apabila tidak diajukan risalah
kasasi.
Putnsan
Mahkamah Agung tgl. 30-9-1975 No. 20 K/Kr/1975.
Dalam
Perkara: Kim Hok alias Katono.
dengan snsunan
majelis: 1. Busthanul Arifin S.H.; 2. Palti R. Siregar S.H.; 3.
Purwosunu S.H.
1.
XV.3. Kasasi.
Walaupun
penuntut kasasi tidak mengajukan risaiah kasasi tersendiri, karena dalam akte
kasasi tercantum keberatan kasasi yang diajukan oleh penuntut kasasi,
permohonan kasasi harus dinyatakan dapat diterima.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 25-1-1975 No. 46 K/Kr/1973.
Dalam
Perkara: Mohamad Sidik.
dengan Susunan
Majelis: 1. Prof. Oemar Seno Adji S.H.; 2. Palti R. Siregar S.H.; 3.
Z. Asikin Kusumah Atmadja S.H.
1.
XV.3. Kasasi.
Risalah
kasasi yang hanya dicap jempol tanpa disahkan lebih dulu oleh pejabat yang
berwenang, tidak memenuhi ketentuan tersebut dalam pasal 1 S. 1916 No. 46 jo.
43 sebagai telah diubah dengan S. 1919—776, sehingga harus dianggap bahwa
penuntut kasasi tidak mengajukan risalah kasasi termaksud dalam pasal
125 U.U.M.A.I.
1.
XV.3. Kasasi.
Yang
mengatur tenggang waktu untuk menyampaikan risalah kasasi adalah suatu
ketentuan hukum yang bersifat memaksa, sehingga permohonan kasasi tidak dapat
diterima apabila tenggang waktu itu dilampaui.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 30-11-1968 No. 58 K/Kr/1968.
Dalam
Perkara: Djapar Sutan Djaramis.
1.
XV.3. Kasasi.
Tambahan
risalah kasasi yang diterima melewati tenggang waktu dalam pasal 125 ayat 1
Undang-Undang M.A.I. tidak dapat dipertimbangkan di Mahkamah Agung.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 8-4-1967 No. 5 K/Kr/1966.
Dalam
Perkara: Go Siang Jong.
1.
XV.3. Kasasi.
Kalau
secara resmi telah diajukan permohonan kasasi walaupun pemberitahuan resmi
keputusan Pengadilan Tinggi belum dilakukan, maka tanggal mengajukan
permohonan kasasi berlaku sebagai tanggal permulaan jangka waktu risalah
kasasi.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 7 -7-1972 No. 12 K/Kr/1971.
Dalam
Perkara: Johan Niamu.
dengan Susunan
Majelis: 1. Prof. Subekti S.H.; 2. Z. Asikin Kusumah Atmadja S.H.; 3.
D.H. Lumbanraja S.H.
1.
XV.3. Kasasi.
Pemeriksaan
perkara dalam tingkat kasasi didasarkan pada waktu penerimaan permohonan
kasasi, walaupun risalah kasasi telah diterima lebih dahulu.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 11-1-1969 No. 62 K/Kr/1968.
Dalam
Perkara: Mohamad lusuf.
dengan Susunan
Majelis: 1. M. Abdurrachman S.H.; 2. Z. Asikin Kusumah Atmadja S.H.; 3.
Busthanul Arifin S.H.
1.
XV.3. Kasasi.
Menurut pasal
124 Undang-Undang Mahkamah Agung Indonesia permohonan kasasi tidak
dapat dicabut kembali setelah surat-surat pemeriksaan dikirim ke Mahkamah
Agung.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 22-9-1956 No. 33 K/Kr/1956.
Dalam
Perkara: Benyamin Alwien Rozenberg.
dengan Susunan
Majelis: 1. Mr. RS. Kartanegara; 2. Mn. R. Soenjotjokro; 3. Mr. Sutan
Abdul Hakim;
1.
XV.3. Kasasi.
Kasasi
adalah suatu alat hukum untuk melawan suatu putusan Hakim, maka alat hukum itu
tidak dapat dipergunakan lagi setelah putusan Hakim tersebut diterima baik oleh
si terhukum.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 20-1-1958 No. 235 K/Kr/1957.
Dalam
Perkara: Tjin Kau Tjun.
1.
XV.3. Kasasi.
Permohonan
kasasi yang diajukan oleh terdakwa, sedang terdakwa tidak menggunakan haknya
lebih dulu untuk mohon pemeriksaan ulangan oleh Pengadilan yang lebih tinggi,
harus dinyatakan tidak dapat diterima.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 7-3-1958 No. 314 K/Kr/1957.
Dalam
Perkara: Mustakim.
1.
XV.3. Kasasi.
Terhadap
putusan Pengadilan Negeri yang dijatuhkan di luar hadlirnya terdakwa, tidak
dapat dimohonkan pemeriksaan kasasi, jikalau terdakwa belum mempergunakan
haknya melawan (verzet) putusan Pengadilan Negeri;
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 17-5-1958 No. 66 K/Kr/1958.
Dalam
Perkara: Kiliman dan Sakijo.
1.
XV.3. Kasasi.
Terhadap
putusan Pengadilan Negeri yang menunut PS. 6 ayat 1 bab. b Undang-Undang
Darurat Tahun 1951 No. 1 tidak dapat dimintakan banding, secara Iangsung dapat
diminta kasasi.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 4-2-1956 No. 15 K/Kr/1955.
Dalam
Perkara: Tjan Koan Beng.
1.
XV.3. Kasasi.
Berdasarkan
atas ps. 16 Undang-Undang Mahkamah Agung Indonesia, permohonan
kasasi tidak dapat diterima oleh karena permohonan itu diajukan pada saat
sebelum ada putusan terakbir dari Pengadilan Tinggi.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 24-8-1955 No. 36 K/Kr/1955.
Dalam
Perkara: Djapeni bin Balan dkk.
1.
XV.3. Kasasi.
Terhadap
putusan sela dari Pengadiian Tinggi tidak dapat dimohonkan pemeriksaan kasasi
oleh karena putusan sela tidak merupakan putusan yang terakhir.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 25-2-1958 No. 320 K/Kr/1957.
Dalam
Perkara : M. Kabul.
1.
XV.3. Kasasi.
Pada
tingkat kasasi tidak dapat diajukan alat-alat bukti.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 16-2-1960 Nc. 228 K/Kr/1959.
Dalam
Perkara : Paidi.
1.
XV.3. Kasasi.
Menurut
paul 16 U.U.M.A.I. pemeriksaan dalam tingkat kasasi tidak mungkin dilakukan
terhadap putusan Pengadilan Dalam Perkara pidana yang mengandung pembebasan
terdakwa dari segala tuduhan.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 19-9-1956. No. 70 K/Kr/1956.
Dalam
Perkara : Tjian Siau Tjeng.
1.
XV.3. Kasasi.
Permohonan
kasasi terhadap putusan pembebasan dari segala tuduhan tidak dapat diterima,
karena dalam memori kasasi tidak memuat bantahan bahwa pembebasan tersebut
sesungguhnya suatu lepasan dari tuntutan hukum berdasarkan alasan bahwa pembebasan
tersebut tidak murni, juga tidak terdapat keberatan-keberatan bahwa pembebasan
termaksud didasarkan atas tafsiran yang kurang benar atau kurang tepat.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 16-7-1974 No. 69 K/Kr/1973.
Dalam
Perkara : Arifiddin.
dengan Susunan
Majelis : 1. Dr. Santoso Pudjosubroto S.H., 2. D.H. Lumbanradja
S.H., 3. Z. Asikin Kusumah Atmadja S.H.
1.
XV.3. Kasasi.
Keberatan-ke
beratan kasasi harus dituj ukan terhadap putusan Pengadilan Tinggi.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 13—1—1971 No. 128 K/Kr/1969.
Dalam
Perkara Soejadi bin Soengkono.
dengan Susunan
Majelis 1. Prof. R. Sardjono S.H., 2. Sri Widojati Wiratmo
Soekito S.H., 3. D.H. Lumbanradja S.H.
1.
XV.3. Kasasi.
Keberatan-keberatan
yang diajukan penuntut kasasi tidak dapat diterima karena keberatan-keberatan
tersebut tidak mengenai pokok persoalan dari putusan Pengadilan Tinggi sehingga
keberat an-keberatan itu irrelevant.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 31-5-1972 No. 89 K/Kr/1970.
Dalam
Perkara : 1. Ibrahim alias Otjok Radjaguguk, 2, Muhamad Tabir
Radjaguguk.
dengan Susunan
Majelis 1. Prof. Subekti S.H., 2. Indroharto S.H., 3. Z. Asikin
Kusumah Atmadja S.H.
1.
XV.3. Kasasi.
Permohonan
kasasi yang diajukan hanya dengan alasan “merasa keberatan terhadap putusan
Pengadilan Tinggi” dianggap bahwa permohonan kasasi tersebut diajukan secara
tidak sungguh-sungguh.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 13-1-1971 No. 9 K/Kr/1970.
Dalam
Perkara : Sutanto bin Karjodiwirjo.
dengan Susunan
Majelis: 1. Prof. R. Subekti SH., 2. Indrohanto S.H., 3. D.H.
Lurnbanradja SH.
1.
XV.3. Kasasi.
Hal
yang baru dikemukakan dalam risalah kasasi yaitu yang merupakan novum tidak
dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan kasasi.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 13-1-1971 No. 101 K/Kr/1969.
Dalam
Perkara : Nyak Ali.
dengan Susunan
Majelis 1. Prof. R. Subekti S.H., 2. Indroharto S.H. 3. Busthanul
Arifin S.H.
1.
XV.3. Kasasi.
Keberatan
mengenai basil pembuktian adalah keberatan yang bersifat penghargaan tentang
suatu kenyataan, hal mana tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan tingkat
kasasi.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 30-9-1967 No. 41 K/Kr/1967.
dengan Susunan
Majelis : 1. Suryadi S.H., 2. Subekti S.H., 3. M. Abdurrachman
S.H.
1.
XV.3. Kasasi.
Permohonan
kasasi harus ditolak karena keberatan-keberatan yang diajukan pemohon kasasi
bertentangan dengan keterangan-keterangannya pada pemeriksaan persidangan.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 7-2-1970 No. 63 K/Kr/1969.
Dalam
Perkara : M. Nadjib.
dengan Susunan
Majelis : 1. Prof. Soebekti S.H., 2. Indroharto SH., 3. Sri
Widojati Wiratmo Soekito S.H.
1.
XV.3. Kasasi.
Keberatan
yang diajukan penuntut kasasi : bahwa saksi memberikan uang kepada tertuduh
atas kerelaan sendiri, maka menurut tertuduh adalah bukan kejahatan ataupun
pelanggaran perbuatan tertuduh tersebut.
tidak
dapat dibenarkan; karena pada hakekatnya keberatan serupa itu adalah mengenai
basil pembuktian, jadi mengenai penghargaan dari suatu kenyataan dan keberatan
serupa itu tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi.
(i.c.
perkara pasal 418 K.U.H.P.).
Putusan
Mahkamah Aguug tgl. 30-6-1976 No. 75 K/Kr/1975.
Dalam
Perkara : Kaddi bin Simin.
dengan Susunan
Majelis : 1. Kabul Arifin S.H., 2. Purwosunu S.H., 3. Busthanul
Arifin S.H.
1.
XV.3. Kasasi.
Keberatan
yang ditujukan kepada jenis hukuman tidak dapat diterima karena hal tersebut
adalah wewenang judex facti yang tidak tunduk pada kasasi, kecuali kalau telah
dijatuhkan hukuman yang lain daripada yang ditetapkan oleh undang-undang.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 30-9-1975 No. 36 K/Kr/1975.
Dalam
Perkara : Oh Tjeng Sih.
dengan Susunan
Majelis : 1. Palti Radja Siregar S.H., 2. Kabul Arifin S.H., 3.
Busthanul Arifin S.H.
1.
XV.3. Kasasi.
Ukuran
hukuman adalah wewenang judex facti yang tidak tunduk pada kasasi kecuali kalau
melampaui batas maximum.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 26-6-1972 No. 15 K/K.r/1970.
Dalam
Perkara : Uding alias Saiful Bachri bin H. Nuria.
dengan Susunan
Majelis : 1. Prof. Sardjono S.H., 2. Indroharto S.H., 3. Asikin
Kusumah Atmadja S.H.
1.
XV.3. Kasasi.
Keberatan
yang diajukan oleh penuntut kasasi bahwa Pengadilan Tinggi terlalu berat
memberikan hukuman, hal mana bertentangan dengan hukum dan kepatutan, karena
Rumah Sakit tidak banyak dirugikan;
tidak
dapat dibenarkan, karena penjatuhan hukuman itu tidak melanggar hukum, sebab
masih dibawah hukuman tertinggi yang diancamkan oleh undangundang.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 6-5-1967 No. 146 K/Kr/1966.
Dalam
Perkara : R. Tumenggung Suhadi Prijonegoro.
dengan Susunan
Majelis : 1. Surjadi SH., 2. Subekti S.H., 3. M. Abdurrachman S.H.
1.
XV.3. Kasasi.
Soal
siapa yang didengar sebagai saksi tergantung pada kebijaksanaan judex facti
yang tidak tunduk pada pemeriksaan kasasi.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 4-4-1961 No. 103 K/Kr/1960.
Dalam
Perkara : Darso.
1.
XV.3. Kasasi.
Soal
bagaimana menggunakan keterangan-keterangan saksi yang berlainan itu adalah
terserah kepada Hakim, yang hal tersebut merupakan penilaian suatu kenyataan
yang tidak tunduk pada kasasi.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 21-11-1961 Nc. 116 K/Kr/1961.
Dalam Perkara : Mochamad bin
Amad.
1.
XV.3. Kasasi.
Keberatan
yang diajukan dalam memori kasasi bahwa Hakim tidak bersedia mempertimbangkan
surat keterangan Dokter dan surat-surat keterangan lainnya yang telah diajukan;
tidak
dapat dibenarkan karena hal tersebut terserah kepada kebijaksanaan Hakim dan
masalah kebijaksanaan ini tidak tunduk pada kasasi.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 7-11-1961 No. 82 K/Kr/1961.
Dalam
Perkara : Losanius Seba.
1.
XV.3. Kasasi.
KEBERATAN YANG DIAJUKAN PENUNTUT KASASI
:
Pengadilan
Negeri dalam keputusannya mempergunakan pendapat yang bersumber pada Team AkhIi
Tehnis pada waktu itu (materi yang Iama).
Sementara
dalam proses banding timbul pendapat baru dari Team Akhli Tehnis tanggal 11
Maret 1968 (materi yang baru) yang bertentangan dengan pendapat diatas.
Menurut
pendapat pemohon disini ada perobahan perundang-undangan secara materiil,
sehingga yang harus dipakai terhadap terdakwa adalah yang paling baik (pasal 1
ayat 2 K.U.H.P.).
tidak
dapat diterima, karena apa yang disebut penuntut kasasi sebagai “materi lama”
dan “materi baru” tidaklah merupakan perubahan perundangundangan yang dimaksud
oleh pasal 1 ayat 2 K.U.H.P.; kalau pengajuan “materi baru” ini dimaksudkan
sebagai pembuktian baru, hal ini tidak dimungkinkan ditingkat kasasi dan harus
dikesampingkan.
Putnsan
Mahkamah Agung tgl. 3-12-1975 No. 97 K/Kr/1974.
Dalam
Perkara : Harjono B.E. bin Amadi.
dengan Susunan
Majelis : 1. Busthanul Arifin S.H., 2. Hendrotomo S.H., 3.
Purwosunu S.H.
1.
XV.3. Kasasi.
Keberatan
yang diajukan penuntut kasasi bahwa hubungan antara pemohon dengan saksi Somad
(saksi pengadu) adalah hubungan perdata (hutang-piutang) dimana sebelum perkara
pidana ini putus saksi Somad telah mengajukan perkara perdata No. 3/1973/PN
Lahat yang menggugat pemohon kasasi untuk minta ganti rugi; dengan demikian
adalah adil apabila putusan Pengadilan Tinggi merobah putusan Pengadilan Negeri
dengan melepaskan pemohon dari segala tuntutan hukum (ontslag van alle
rechtsvervolging);
tidak
dapat diterima, oleh karena tidak berkenaan dengan tidak dilaksanakannya
peraturan hukum atau ada kesalahan dalam pelaksanaannya ataupun tidak
dilaksanakannya cara peradilan yang harus diturut menurut undang-undang,
sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 U.U.M.A.I.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 4-8-1967 No. 146 K/Kr/1973.
Dalam
Perkara : R.A. Madjid bin R.Dencik.
dengan Susunan
Majelis : 1. Prof. Oemar Seno Adji S.H., 2. Kabul Arifin S.H.,, 3.
Busthanul Arifin S.H.
1.
XV.3. Kasasi.
Keberatan
yang diajukan penuntut kasasi bahwa kehati-hatian penuntut kasasi selaku sopir
sudah cukup; bahwa Ăa menderita “ziekelijke storing der verstandelijke
vermogen”;
tidak
dapat diterima karena keberatan-keberatan serupa itu adalah mengenai penilaian
hasil pembuktian, jadi mengenai penghargaan dari suatu kenyataan, hal mana
tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan tingkat kasasi.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 4-2-1967 No. 42 K/Kr/1975.
Dalam
Perkara : Hasanudin bin Dulaur.
dengan Susunan
Majelis : 1. Hendrotomo S.H., 2. Purwosunu S.H., 3. Busthanul
Arifin A.H.
1.
XV.3. Kasasi.
Mengingat
ketentuannya tidak imperatif, maka dirampas tidaknya barang bukti adalah
wewenang judex facti.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 9-8-1969 No. 66 K/Kr/1969
Dalam
Perkara : R.M. Soedianto Dimjadi.
dengan Susunan
Majelis : 1. Prof. Subekti S.H., 2. Sri Widojati Wiratmo Soekito
S.H., 3. Z. Asikin Kusumah Atmadja S.H.
1.
XV.3. Kasasi.
Keberatan
yang diajukan penuntut kasasi bahwa ia tidak bermaksud untuk melakukan
pencurian tetapi hanya bermaksud untuk mengambil sepedanya;
tidak
dapat diterima karena hal tersebut adalah mengenal penilaian hasil pembuktian
yang tidak dapat dipertimbangkan pada pemeriksaan kasasi.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 5-11-1974. No. 71 K/Kr/1974.
Dalam
Perkara : Binsar Siregar.
dengan Susunan
Majelis : 1. Purwosunu S.H., 2. Palti Radja Siregar SH., 3.
Busthanul Arifin S.H.
1.
XV.3. Kasasi.
Hal
apakah kata-kata terdakwa hanya merupakan kritik yang pedas atau merupakan
penghinaan adalah mengenai penghargaan kenyataan yang tidak tunduk pada
pemeriksaan kasasi.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 17-9-1955 No. 53 K/Kr/1955.
Dalam
Perkara : Gok Tjing Hok.
1.
XV.3. Kasasi.
Hal
apakah sebuah tulisan melanggar perasaan kesopanan atau tidak adalah wewenang
judex facti.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 3-1-1961 No. 120 K/Kr/1960
Dalam
Perkara : Jusuf Shati Nasution.
1.
XV.3. Kasasi.
Hal
apakah perkataan-perkataan penuntut kasasi yang dituduhkan itu diucapkan dimuka
umum atau tidak adalah mengenai penghargaan dari kenyataan, yang tidak tunduk
pada pemeriksaan kasasi.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 23-3-1957 No. 17 K/Kr/1956.
Dalam
Perkara : Madnus Van Der Put.
dengan Susunan
Majelis : 1. Mr. R.S. Kartanegara, 2. Mr. Sutan Abdul Hakim, 3.
R. Ranu Atmadja.
1.
XV.3. Kasasi.
Keberatan
yang diajukan penuntut kasasi bahwa hubungan terdakwa dengan saksi adalah
hubungan dagang ……..sehingga pemohon kasasi tidak menggunakan wang milik saksi
dengan melawan hukum dan bahwa hubungan ini adalah soal perdata;
tidak
dapat diterima, karena keberatan itu mengenai penilaian basil pembuktian yang
bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan yang tidak dapat dipertimbangkan
dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 4-8-1976 No. 142 K/Kr/1973.
Dalam
Perkara : Soenarjo alias Setioatmodjo.
dengan Susunan
Majelis : 1. Prof. Oemar Seno Adji S.H., 2.Purwosunu S.H., 3.
Busthanul Arifin S.H.
1.
XV.3. Kasasi.
Keberatan
yang diajukan penuntut kasasi bahwa Hakim banding keliru menafsirkan adanya
unsur pasal 212 K.U.H.P., yaitu mengenai unsur melakukan tugasnya dengan sah,
karena Sdr. F. Nasibu menyalah gunakan jabatannya tanpa surat perintah yang
sah, oleh karena itu Sdr. F. Nasibu bukan menjalankan tugas jabatannya secara
sah.
tidak
dapat diterima, oleh karena mengenai basil pembuktian yang bersifat
penghargaan tentang suatu kenyataan, yang tidak dapat dipertimbangkan dalam
pemeriksaan tingkat kasasi.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 4-8-1976 No. 22 K/Kr/1974.
Dalam
Perkara : Saleh Lamadlauw.
dengan Susunan
Majelis : 1. Prof. Oemar Seno Adji S.H., 2. Kabul Arifin S.H., 3.
Busthanul Arifin S.H.
1.
XV.3. Kasasi.
Keberatan
yang diajukan oleh penuntut kasasi bahwa ia tidak dapat dipersalahkan karena
ini adalah kecelakaan, yang oleh pengemudi manapun tidak akan dapat
dihindarkan/diluar kesanggupan manusia normal;
tidak
dapat diterima, karena keberatan itu adalah mengenai penilaian hasil
pembuktian, yang tidak dapat dipertimbangkan pada pemeriksaan kasasi.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 23-9-1975 No. 117 K/Kr/l974.
Dalam
Perkara : Momo bin Karna.
dengan Susunan
Majelis : 1. Hendrotomo S.H., 2. Kabul Arifin SH., 3. Busthanul
Arifin S.H.
1.
XV.3. Kasasi
Keberatan
yang diajukan oleh penuntut kasasi bahwa perbuatannya itu dilakukan karena
keadaan paksa (overmacht);
tidak
dapat diterima karena pada hakekatnya keberatan semacam itu adalah mengenai
penilaian hasil pembuktian, jadi mengenai penghargaan dari suatu kenyataan,
yang tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan tingkat kasasi.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 14 – 10- 1975 No. 125 K/Kr/1974.
Dalam
Perkara: Komar Slamat.
dengan Susunan
Majelis : 1. Purwosunu S.H., 2. Palti Radja Siregar S.H., 3.
Busthanul Arifin S.H.
1.
XV.3. Kasasi
Keberatan
yang diajukan penuntut kasasi: bahwa pemohon sama sekali tidak dapat
dipersalahkan melakukan kejahatan tindak pidana korupsi, karena sama sekali
tidak merugikan keuangan negara, sebab transaksi jual beli dilakukan dengan
melalui prosedure sebagaimana mestinya dengan penetapan harga yang pantas;
tidak
dapat diterima; keberatan serupa itu pada hakekatnya adalah mengenai penilaian
hasil pembuktian, yang tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan tingkat
kasasi.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 19 – 11 – 1974 No. 54K/Kr/1973.
Dalam
Perkara: Haji Mustafa Umar.
dengan Susunan
Majelis : 1. Prof. oemar Seno Adji S.H.; 2. Purwosunu SH.; 3.
Busthanul Arifin S.H.
1.
XV.3. Kasasi.
Keberatan
yang diajukan oleh penuntut kasasi: bahwa benar ucapan terdakwa-terdakwa
merupakan rangkaian kata-kata bohong menurut pasal 378 K.U.H.P.;
tidak
dapat dibenarkan karena keberatan tersebut mengenai penilaian hasil pemhuktian
yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan, hal mana tidak dapat
dipertimbangkan dalam pemeriksaan kasasi.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 13-6-1970 No. 168 K/Kr/1969.
Dalam
Perkara: Said Alwaini, Saleh bin Said Alwaini.
dengan Susunan
Majelis: 1. Prof. R. Subekti S.H.; 2. Busthanul Arifin S.H.; 3.
Sardjono S.H.
1.
XV.3. Kasasi.
Keberatan
yang diajukan penuntut kasasi: bahwa perbuatan pemohon kasasi menanda tangani
Kartu Pemilih Model A-1 barulah merupakan suatu perbuatan persiapan yang
menurut undang-undang belum dapat dihukum;
tidak
dapat diterima, karena pada hakekatnya keberatan semacam itu adalah mengenai
penilaian hasil pembuktian yang tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan
kasasi.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 8-1-1975 No. 66 K/Kr/1972.
Dalam
Perkara: Kliwon.
dengan Susunan
Majelis: 1. Prof. Oemar Seno Adji S.H.; 2. Palti Radja Siregar S.H.; 3.
Purwosunu S.H.
BARANG-BUKTI
1.
XVI. Barang bukti.
Untuk
menjadi barang bukti dalam suatu perkara pidana tidak disyaratkan bahwa barang
itu disebut dalam surat tuduhan.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 13-11-1962 No. 125 K/Kr/1960.
Dalam
Perkara: Mr. Lim Wan Too.
1.
XVI.2. Perampasan barang bukti.
Pengadilan
Tinggi dan PengadilĂ n Negeri dalam keputusannya tidak mempertimbangkan
dasar-dasar perampasan barang bukti; oleh karenanya kedua keputusan tersebut
sebagai kurang beralasan harus dibatalkan.
Putnsan
Mahkamah Agung tgl. 22-2-1969 No. 89 K/Kr/1968.
Dalam
Perkara: Parta Sugeng.
dengan Susunan
Majelis: 1. M. Abdurrachman S.H.; 2. Sardjono S.H.; 3. Z. Asikin
Kusumah Atmadja S.H.
1.
XVI.2. Perampasan barang bukti.
Putusan
Pengadilan Negeri yang dalam amarnya a.1. menyatakan bahwa barang bukti
sejumlah minyak tanah disita, harus diperbaiki karena menurut ketentuan yang
bersangkutan (pasal 7 ke 2 Petnoleum-ordonnantie) barang bukti dapat dirampas.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 22-1-1961 No. 57 K/Kr/1960.
Dalam
Perkara: Patuan Soritua Harahap.
1.
XVI.2. Perampasan barang bukti.
Oleh
Undang-Undang Darurat No. 7/1955 dan pasal 39 K.U.H.P. perampasan tidaklah
diharuskan.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 22-12-1964 No. 22 K/Kr/1964.
Dalam
Perkara: Kiai Haji Achmad Syarbini.
1.
XVI3. Pengembalian barang bukti.
Dalam
hal terdakwa dibebaskan dari segala tuntutan hukum, maka semua barang bukti
harus dikembalikan kepada terdakwa.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 3-3-1972 No. 87 K/Kr/1970.
Dalam
Perkara: Imani Soeardi Tjondro Kusumo.
dengan Susunan
Majelis: 1. Prof. R. Subekti S.H.; 2. Sri Widoyati Wiratmo
SoekitoS.H.; 3. Busthanul Arifin S.H.
1.
XVI3. Pengembalian barang bukti.
Karena
menurut catatan dalam daftar pemeriksaan Pengadilan Negeri tidak ada suatu
barang buktipun yang diajukan di muka sidang Pengadilan Negeri, maka putusan
Pengadilan Tinggi mengenai barang-barang bukti seperti tercantum dalam amar
putusannya sebagai bertentangan dengan kenyataan tak dapat dipertahankan dan
harus dibatalkan.
(i.c
dalam amar putusan Pengadilan Tinggi dicantumkan: “Memerintahkan agar
barang-barang bukti berupa: 1……2………dikembalikan kepada L.Tj.H.).
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 15-2-1969 No. 43 K/Kr/1968.
Dalam
Perkara: Lie Tjin Phan.
dengan Susunan
Majelis: 1. M. Abdurrachman SH.; 2. DH. Lumbanradja S.H; 3. Busthanul
Arifin S.H.
1.
XVI.4. Baring bukti yang tidak diajukan di muka siding.
Tidak
memberi keputusan atas barang bukti (surat) yang diajukan di muka sidang dan
memberi keputusan atas sesuatu barang yang tidak diajukan sebagai barang bukti
di muka sidang tidaklah mengakibatkan batalnya putusan.
Yudex
facti tidak berwenang memberi putusan terhadap barang yang tidak diajukan di
muka sidang.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 17-7-1971 No. 129 K/Kr/1969.
Dalam
Perkara: Wirotaruno.
dengan Susunan
Majelis: 1. Prof. Sardjono S.H.; 2. Sri Widojati Wiratmo Soekito SH.;
3. D.H. Lumbanradja S.H.
1.
XVI.4. Barang bukti yang tidak diajukan di sidang.
Keberatan
yang diajukan penuntut kasasi: bahwa Pengadi]an Tinggi Ekonomi telah memberi
keputusan tentang barang bukti yang tidak dikemukakan dalam persidangan;
tidak
dapat diterima, karena mengenai barang bukti mesin tempel itu ada disebut dalam
surat tuduhan Jaksa, hanya tidak ditujukan di depan sidang Pengadilan Ekonomi
dan pemegangnya, T. Ibrahim, mengakui di depan sidang adanya barang bukti mesin
tempel tersebut sebagai termaksud dalam surat tuduhan.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 30 – 7 – 1973 No. 15 K/Kr/1972.
Dalam
Perkara: M. Junus bin Anzib.
dengan Susunan
Majelis: 1. Prof. Sardjono S.H.; 2. Busthanul Arifin S.H.; 3. Sri
Widojati Wiratmo Soekito S.H.
1.
XVI.4. Barang bukti yang tidak diajukan di persidangan.
Sudahlah
tepat Pengadilan Tinggi tidak memberi keputusan mengenai barang-barang
termaksud, karena menurut berita acara persidangan yang diajukan hanya
surat-surat, sedang yang dimaksud dengan barang bukti dalam persidangan ialah
barang bukti yang resmi diajukan oleh Jaksa kepada Hakim dalam persidangan.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 23 – 5 – 1973 No. 115 K/Kr/1972.
Dalam
Perkara: 1. Djokotirtodiningrat; 2. Lodewijk Arnold Soewak.
dengan Susunan
Majelis:1. Prof. Sardjono SH.; 2. Busthanul Arifin S.H.; 3. D.H.
Lumbanradja S.H.
HUKUM ACARA
PIDANA
1.
1.3. Cara pemeriksaan.
Dalam
hal Pengadilan menganggap ada “praejudicieel geschil”, pemeriksaan perkara
harus ditangguhkan dulu dan tidak terus diputus.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 11 April 1978 No.8 K/Kr/1977.
Dalam
Perkara: Hanapiah bin M. Amin.
dengan Susunan
Majelis: 1. Busthanul Arifin SH. 2. Kabul Arifin SH. 3. Purwosunu SH.
1.
1.3. Cara pemeriksaan.
Keberatan
yang diajukan oleh pemohon kasasi, bahwa Majelis telah lebih dulu memeriksa
tertuduh dan baru kemudian saksi-saksi, tidak dapat dibenarkan, karena dalam
sidang perkara pidana. Hakimlah yang berwenang menentukan bagaimana pemeriksaan
akan dilakukan.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 20-3-1978 No. 150 K/Kr/1972.
Dalam
Perkara: Liern Tji Sian (G) al. Bernard Rozano al. Roy Manaff (Bob
Liem).
dengan Susunan
Majelis: 1. Busthanul Arifin SH. 2. Purwosunu SH. 3. Kabul Arifin SH.
1.
1.3. Cara pemeriksaan.
Keberatan
yang diajukan oleh penuntut kasasi, bahwa ia dalam peradilan tingkat pertama
dan tingkat banding tidak diberi kesempatan untuk membaca berkas perkara,
tidaklah dapat diterima, karena dalam sidang Pengadilan telah diterangkan dan
ditanyakan segala sesuatunya mengenai perkara ini, jadi penuntut kasasi tidak
perlu membaca sendiri berkas perkaranya.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 20-12-1978 No. 169 K/Kr/1977.
Dalam Perkara: Riduan Syahrani bin
Indar.
dengan Susunan
Majelis: 1. Busthanul Arifin SH. 2. Purwosunu SH. 3. Kabul Arifin SH.
1.
III.3. Terdakwa meninggal.
Dalam
hal terdakwa telah rneninggal (pada taraf pemeriksaan banding), Pengadilan
Tinggi cukup rnengeluarkan penetapan yang menyatakan tuntutan hukuman gugur
atau tuntutan jaksa tidak dapat diterima karena terdakwa meninggal dunia.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 13 Agustus 1979 No. 186 K/Kr/1979.
Dalam
Perkara : Drs. H. Chozin Baidowi.
dengan Susunan
Majelis: 1. Busthanul Arifin SH. 2. Kabul Arifin SH. 3. Purwosunu SH.
1.
VII.3. Pendengaran saksi-saksi.
Penilaian
relevansi dari pada saksi-saksi yang akan didengar adalah wewenang judex facti.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 26 Oktober 1976 No. 108 K/Kr/1974.
Dalam
Perkara: Abu Anak Kuang.
dengan Susunan
Majelis: 1. Prof. Oemar Seno Adji SH. 2. Palti Radja Siregar SH. 3.
Busthanul Arifin SH
1.
XI.2. Penahanan.
1.
Kurang tepatnya sebutan nama undang-undang, dalam hal
ini Undang-undang Pokok Kejaksaan bagi Undang-undang tentang Pembentukan
Kejaksaan Tinggi tahun 1961 No. 16 yang dijadikan dasar dari Penetapan P.T.
tidak menyebabkan kurang kuatnya penetapan P.T. tersebut.
2.
Pengadilan Negeri dalam memberikan penetapannya
tentang perpanjangan penahanan baik dalam bentuknya penetapan maupun secara
substansil harus mengindahkan ketentuan perundang-undangan, pasal 38 d (1) (2)
H.I.R. yang memungkinkan Hakim untuk meminta surat-surat pemeriksaan supaya
diajukan dan untuk memerintahkan pelepasan dan penahanan tersangka apabila
berkesimpulan bahwa perbuatan itu tidak termasuk dalam pasal 62 (2) H.I.R.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 19-11-1977 No. 189 K/Kr/1976.
Dalam
Perkara: Basuki Pringgoadimulya alias Liem Yan Tjae.
dengan Susunan
Majelis: 1. Prof. Oemar Seno Adji SH. 2. Kabul Arifin SH. 3. Purwosunu
SH.
1.
XlI.1. Syarat-syarat tuduhan.
Karena
tuduhan tidak jelas, tuduhan tersebut harus dinyatakan batal demi hukum.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 10 September 1979 No. 234 K/Kr/1978.
Dalam
Perkara Ny. Armina Sitompul Panggabean.
dengan Susunan
Majelis: 1. Busthanul Arifin SH. 2. Kabul Arifin SH. 3. Purwosunu SH.
1.
XII.1. Syarat-syarat tuduhan.
Pengadilan
Tinggi telah salah menafsirkan keabsahan surat tuduhan yang Dalam Perkara ini
telah memuat hal-hal yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 4 Oktober 1978 No. K/Kr/1974.
Dalam
Perkara: Ruban Ampangalo.
dengan Susunan
Majelis: 1. Prof. Oemar Seno Adji SH. 2. Hendrotomo SH. 3. Busthanul
Arifin SH.
1.
XII.2. Isi surat tuduhan.
Dalam
surat tuduhan harus disebutkan secara lengkap perbuatan-perbuatan yang
dituduhkan kepada terdakwa; tuduhan melakukan perbuatan-perbuatan tersebut
dalam pasal 263 (1) (2) jo 416, 419 K.U.H.P. dan pasal 1 Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang No. 24 tahun 1960, tidak dapat diartikan sebagai
mencakup pula perbuatan-perbuatan termaksud dalam pasal 418 K.U.H.P.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 29 Oktober 1979 No. 157 K/Kr/1977.
Dalam
Perkara : Kasimin Mardisuwito.
dengan Susunan
Majelis: 1. Busthanul Arifin SH. 2. Purwosunu SH. 3. Kabul Arifin SH.
1.
XlI.3. Perubahan surat tuduhan.
Pasal
14 Undang-undang No. 1 /Drt tahun 1951 sifatnya tidak inperatif dan adalah
wewenang sepenuhnya dan pada judex facti untuk mengubah atau tidak surat
tuduhan.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 12 Maret 1979 No. 35 K/Kr/1978.
Dalam
Perkara: Tham Meng Foo.
dengan Susunan
Majelis: 1. Busthanul Arifin SH. 2. Kabul Arifin SH. 3. Purwosunu SH.
1.
XII.6. Penggabungan/pemisahan perkara.
Penggabungan
perkara tertuduh-tertuduh bertentangan dengan pasal 250 (14) H.I.R. karena
setiap tertuduh diajukan dengan surat tuduhan secara terpisah-pisah sehingga
dengan adanya beberapa tertuduh dengan tuduhan yang terpisah-pisah, berita
acara dan putusan pun harus dipisahkan.
Putusan
Mahkamah Agung :tgl. 19-11-1977 No.95 K/Kr/1973.
Dalam
Perkara : Ny. Toen Wang Ting alias Tutik Lawati.
dengan Susunan
Majelis: 1. Prof. Oemar Seno Adji SH. 2. Z. Asikin Kusumah Atmadja SH.
3. Indroharto SH.
1.
XlII.1. Pembuktian.
Hakim
itu bebas dalam memberikan penghargaan atau penilaian terhadap bahan bukti
dalam hal ini bahan-bahan bukti yang dlkumpulkan oleh Hakim dapat menimbulkan
konklusi bahwa perbuatan yang dituduhkan itu dapat terbukti dan adanya
material-material itu tidak bertentangan satu sama lain.
Tuduhan
adalah jelas karena memuat perbuatan-perbuatan materiil yang dimaksud dalam
pasal 263 (2) K.U.H.P. yaitu: menggunakan atau menyuruh pengacaranya
menggunakan surat-surat palsu atau yang dipalsukan berupa 2 invoerpas No.
820/L.T. tanggal 22 Maret 1967. dan No. 820/L.T. tanggal Maret 1967.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 19-11-1977 No. 142 K/Kr/1975.
Dalam
Perkara Dian Rahayu Kurniawan d/h Kwok Hui Jun.
dengan Susunan
Majelis: 1. Busthanul Arifin SH. 2. Kabul Arifin SH. 3. Purwosunu SH.
1.
XlII.3.1. Keterangan saksi yang berdiri
sendiri.
Judex
facti telah salah menerapkan hukum, karena mendasarkan putusannya atas
keterangan saksi 1 saja, sedangkan para tertuduh mungkir dan keterangan saksi
lainnya tidak memberi petunjuk terhadap kejahatan yang dituduhkan.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 17-4-1978 No. 28 K/Kr/1977.
Dalam
Perkara: Yuspendi bin M. Djohar dan Alimudin bin Nawawi.
dengan Susunan
Majelis: 1. Bustanul Arifin SH. 2. Purwosunu SH. 3. Kabul Arifin SH.
1.
XlII.3.12. Keterangan saksi ahli.
Kesimpulan
saksi ahli tidak mutlak harus menjadi kesimpulan Hakim.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 22 Juni 1976 No. 121 K/Kr/1974.
Dalam
Perkara : Machmud Thenawidjaja alias Thee Tjoen Liong.
dengan Susunan
Majelis: 1. Hendrotomo SH. 2. Purwosunu SH. 3. Busthanul Arifin SH.
1.
XlV. Batalnya putusan.
Keputusan
Pengadilan Tinggi harus dibatalkan karena pertimbangan-pertimbangannya
mengandung pertentangan yakni:
Pengadilan
Tinggi mempertimbangkan bahwa “keputusan Pengadilan Negeri pada prinsipnya
telah tepat”, tetapi Pengadilan Tinggi mengambil alih seluruh pertimbangan
Pengadilan Negeri.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 29-6-1976 No. 114 K/Kr/1975.
Dalam
Perkara : Dalizatulo Telambanua.
dengan Susunan
Majelis: 1. Palti Radja Siregar SH. 2. Purwosunu SH. 3. Busthanul
Arifin SH.
1.
XIV. Batalnya putusan.
Karena
dalam keputusan Pengadilan Tinggi tidak dimuat alasan-alasan dan dasar putusan
sebagai yang diharuskan oleh pasal 23 Undang-undang No. 14 tahun 1970. Mabkamah
Agung karena jabatan membatalkan keputusan tersebut dan mengadili sendiri
perkara ini.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 17-6-1976 No. 69 K/Kr/1975.
Dalam
Perkara: Muchtar Sanawi.
dengan Susunan
Majelis : 1. Palti Radja Siregar SH. 2. Kabul Arifin SH. 3.
Busthanul Arifin SH.
1.
XIV.3. Batalnya putusan.
Tidak
ditanda tanganinya berita acara persidangan oleh Panitera Pengganti tidak
menyebabkan batalnya putusan.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 17-10-1977 No. 96 K/Kr/1976.
Dalam
Perkara Soleman.
dengan Susunan
Majelis: 1. Busthanul Arifin SH. 2. Purwosunu SH. 3. Kabul Arifin SH.
1.
XIV.3. Batalnya putusan.
Keberatan
penuntut kasasi bahwa memberi banding Jaksa tidak pernah dikemukakan kepadanya,
tidaklah dapat diterima, karena hal tersebut tidak menyebabkan batalnya
putusan, lagi pula dalam tingkat banding perkara ditinjau kembali secara
menyeluruh.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 16-10-1978 No. 104 K/Kr/1977.
dalajn
perkara : Dr. Alfus Admiral.
dengan Susunan
Majelis: 1. Busthanul Arifin SH. 2. Kabul Arifin SH. 3. Purwosunu SH.
1.
XIV.6. Putusan pembebasan dan tuduhan.
Karena
unsur-unsur tindak pidana, yang juga dinyatakan dalam surat tuduhan, tidaklah
terbukti, terdakwa seharusnya “dibebaskan dan segala tuduhan” dan tidak
“dilepaskan dari tuntutan hukum”.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 11-6-1979 No. 163 K/Kr/1977.
Dalam
Perkara: Han Poo Sien al. Handaya Kusuma.
dengan Susunan
Majelis: 1. Prof. Oemar Seno Adji SH 2. Kabul Arifin SH. 3. Purwosunu
SH.
1.
XIV.9. Isi putusan.
Terhadap
tuduhan yang berupa kejahatan dan tuduhan yang berupa pelanggaran seharusnya
dijatuhkan hukuman-hukuman tersendiri.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 6 Maret 1978 No. 174 K/Kr/1976.
Dalam
Perkara: I Gusti Ngurah Gedab dk.
dengan Susunan
Majelis: 1. Busthanul Arifin SH. 2. Kabul Arifin SH. 3. Purwosunu SH.
1.
XIV.9. Isi pulusan.
Karena
hal perbuatan yang diteruskan sebagai yang dimaksud dalam pasal 64 K.U.H.P.
tidak dituduhkan, tidaklah tepat bila hal tersebut dipertimbangkan dalam
putusan serta disebutkan dalam kwalifikasi.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 12 Agustus 1976 No. 155 K/Kr/1973.
Dalam
Perkara: Pieter Constantius Alfred Lawalata.
dengan Susunan
Majelis: 1. Prof. Oemar Seno Adji SH. 2. Hendrotomo SH. 3. Busthanul
Arifin SH.
1.
XIV.9. Isi amar putusan.
Dalam
hal tertuduh dinyatakan bersalah atas tuduhan penggantinya lagi dengan
dibebaskan dari tuduhan utama dan tuduhan penggantinya, pembebasan dan
tuduhan-tuduhan tersebut harus dicantumkan dalam amar putusan.
Putusan
Mahkamah Agung : tgi. 27 September 1978 No. 133 K/Kr/1975.
Dalam
Perkara : Muslim Dahuri Hardono bin Tasngad.
dengan Susunan
Majelis: 1. Prof. Oemar Seno Adji SH. 2. Kabul Arifin SH. 3. Palti
Radja Siregar SH.
1.
XV.1. Bantahan
1.
Perlawanan terhadap penetapan Pengadilan Negeri yang
dapat diajukan oleh Jaksa terbatas kepada penetapan-penetapan berdasarkan pasal
247 (1) H.I.R. mengenai kompetensi relatif dan pasal 250 (3) mengenai penolakan
untuk melimpahkan perkara ke persidangan dan tidak mellputi
penetapan-penetapan, perpanjangan tahanan.
2.
Requisitoir-verzet hanya dapat diajukan oleh Jaksa
Tinggi, apabila sebelumnya ada pernyataan perlawanan oleh Jaksa terhadap
penetapan Pengadilan Negeri.
Putusan
Mahkamah Agung : tgi. 19-11-1977 No.50 K/Kr/1977.
Dalam
Perkara. Diarso Budijono alias Eng Sheng.
dengan Susunan
Majelis: 1. Prof. Oemar Seno Adji SH. 2. Kabul Arifin SH. 3. Purwosunu
SH.
1.
XV.2. Banding.
Terhadap
putusan Dalam Perkara pidana adat “logika sanggraha”
(hukum adat Bali) tidak dapat diajukan banding.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 8 Oktober 1979 No. 195 K/Kr/1978.
Dalam
Perkara: I Wayan Supatra.
dengan Susunan
Majelis: 1. Busthanul Arifin SH. 2. Kabul Arifin SH. 3. Purwosunu SH.
1.
XV.2. Banding.
Tenggang
waktu untuk mengajukan permohonan banding adalah 7 hari bukan 7 hari-kerja.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 1 Juni 1976 No. 119 K/Kr/1975.
Dalam
Perkara Ny. Soebani alias Rakijah.
dengan Susunan
Majelis: 1. Kabul Arifin SH. 2. Hendrotomo SH. 3. Busthanul Arifin SH.
1.
XV.2. Banding.
Terhadap
putusan Pengadilan Ekonomi yang berisi pembebasan dapat diajukan permohonan
banding.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 20 September 1978 No. 62 K/Kr/1974.
Dalam
Perkara : Hsiu Min sin alias Surnadi Dermawan.
dengan Susunan
Majelis: 1. Prof. Oemar Seno Adji SH. 2. Palti Radja Siregar SH. 3.
Busthanul Arifin SH.
1.
XV.2. Banding.
Seharusnya
Pengadilan Tinggi menyatakan permohonan banding tidak dapat diterima karena
putusan Pengadilan Negeri merupakan suatu pembebasan sedangkan permohonan
banding tidak disertai bantahan terhadap pembebasan tersebut, atas alasan bahwa
pembebasan itu bukan suatu pembebasan murni tetapi suatu pelepasan dari
tuntutan hukum.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 29 Juni 1976 No. 14 K/Kr/1974.
Dalam
Perkara: Robert Karundeng.
dengan Susunan
Majelis : 1. Palti Radja Siregar SH. 2. Hendrotomo SH. 3.
Busthanul Arifin SH.
1.
XV.3. Kasasi.
Mahkamah
Agung memutuskan perkara kasasi yang diajukan oleh Jaksa Agung karena jabatan
demi kepentingan hukum, dengan menentukan bahwa putusan tidak mempunyai akibat
hukum.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 13 Agustus 1979 No. 186 K/Kr/1979.
Dalam
Perkara Drs. H. Ghozin Baidowi.
dengan Susunan
Majelis: 1. Busthanul Arifin SH. 2. Kabul Arifin SH. 3. Purwosunu SH.
1.
XV.3. Kasasi.
Penentuan
mengenai barang bukti adalah wewenang judex facti, yang tidak tunduk pada
kasasi.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 16-10-1978 No. 107 K/Kr/1977.
Dalam
Perkara : Hanafi bin Husen.
dengan Susunan
Majelis I. Busthanul Arifin SH. 2. Kabul Arifin SH. 3. Purwosunu
SH.
1.
XVI.2. Perampasan.
Barang
bukti yang terdiri dari barang yang diperoleh dari tindak pidana korupsi harus
dirampas untuk negara.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 1 Juli 1978 No. 20 K/Kr/1976.
Dalam
Perkara : Morhan Jasni bin Surjansyah.
dengan Susunan
Majelis: 1. Purwosunu SH. 2. Busthanul Arifin SH. 3. Kabul Arifin SH.
1.
XVI.2. Perampasan barang-barang bukti.
Karena
mobil tertuduh terbukti digunakan untuk rnelakukan tindak pidana yang
dituduhkan kepadanya (pasal 3 Jo 25 ayat 3 sub a (3), ayat 4 sub a, ayat 5 sub
a Verdovende Middelen Ordonnantie 1927), maka berdasarkan pasal 25 (9)
Verdovende Middelen Ordonnantie tersebut barang bukti mobil seharusnya dirampas
untuk negara. (oleh judex fadti mobil dikembalikan kepada tertuduh).
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 13-4-1977 No.49 K/Kr/1977.
Dalam
Perkara : Reginald Rene Hodgens.
dengan Susunan
Majelis: 1. Busthanul Arifin SH. 2. Purwosunu SH. 3. Kabul Arifin SH.
1.
XVI. Penyitaan.
Dengan
telah disetujuinya pengeluaran banang-barang yang semula disita oleh pihak yang
berwenang (Polisi dan dalam hal khusus ini Laksus Pangkopkamtib) maka
barang-barang tersebut telah dilepaskan dari status sitaan, sehingga perbuatan
terdakwa mengeluarkan barang-barang itu tidak merupakan kejahatan ataupun
pelanggaran.
Putusan
Mahkamah Agung : tgl. 27 September 1978 No. 63 K/Kr/1973.
Dalam
Perkara : Agung Dau bin E.T. Dau.
dengan Susunan
Majelis: 1. Prof. Oeman Seno Adji SH. 2. Kabul AriIin SH. 3. Hendrotomo
SH.
0 comments:
Posting Komentar